Jurnalpantura.id, Semarang – Proses hukum atas dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan Sentra Industri Hasil Tembakau (SIHT) di Kabupaten Kudus memasuki babak baru.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang dijadwalkan menggelar sidang perdana pada Kamis, 24 April 2025.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kudus, Henriyadi W Putro melalui Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus), Dwi Kurnianto, membenarkan bahwa agenda persidangan kali ini adalah pembacaan surat dakwaan terhadap empat terdakwa.
Setiap terdakwa akan disidangkan dalam berkas perkara yang terpisah.
“Empat jaksa penuntut umum telah kami siapkan untuk menangani proses persidangan ini. Setiap terdakwa akan menjalani sidang dengan berkas masing-masing,” ujar Dwi saat dikonfirmasi pada Rabu (23/4/2025).
Meskipun sidang digelar di Semarang, keempat terdakwa masih menjalani masa penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Kudus.
Kasus ini menyeret empat orang yang diduga terlibat dalam proyek pembangunan SIHT pada tahun anggaran 2023. Mereka adalah RKHA mantan Kepala Dinas Tenaga Kerja, Perindustrian, Koperasi, dan UKM Kabupaten Kudus; S sebagai kontraktor utama; HS. selaku konsultan perencana; serta AP. sebagai pelaksana proyek lapangan.
Proyek tersebut mencakup pengurukan lahan seluas 43.223 meter persegi di kawasan dinas terkait. Pengadaan dilaksanakan melalui sistem e-katalog dengan nilai kontrak sebesar Rp9,16 miliar, atau sekitar Rp212 ribu per meter persegi.
Namun dalam pelaksanaannya, perusahaan pemenang tender, CV Karya Nadika, mengalihkan proyek ke pihak ketiga dengan nilai kontrak lebih rendah, yakni Rp4,04 miliar (Rp93.500/m²).
Proyek tersebut bahkan kembali dialihkan kepada rekanan lain dengan nilai yang lebih rendah lagi, sebesar Rp3,11 miliar (Rp72.000/m²).
Modus pengalihan proyek ini menjadi salah satu sorotan dalam proses hukum. Berdasarkan audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), negara dirugikan hingga Rp5,25 miliar akibat selisih nilai kontrak dan pekerjaan yang tidak sesuai.
Keempat terdakwa akan dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Sebagai alternatif, mereka juga dikenakan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU yang sama, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sidang perdana ini menjadi penentu arah proses hukum selanjutnya dan menjadi perhatian publik, mengingat nilai proyek dan jumlah kerugian negara yang sangat besar. (J02/A01)