Jurnalpantura.id, Semarang – Kasus dugaan aborsi yang dilakukan Jumarini alias Easter Lily, kini ditangani oleh Tim Penyidik Polda Jawa Tengah.
Mencuatnya kasus ini, setelah Eva Henri Darmawan (suami) melaporkan kasus ini ke Polda Jateng.
Ia mencurigai tindakan aborsi yang dilakukan istrinya terhadap janin yang dikandung.
Henri pun telah diperiksa sebagai pelapor oleh Unit 1 Subdit IV/ Renakta (Remaja, Anak, dan Wanita) Polda Jateng pada Rabu 31/07/2024.
Dalam pemeriksaan yang berlangsung selama tiga jam, Henri dicecar dengan 21 pertanyaan oleh penyidik.
Ia menjawab semua pertanyaan dengan jujur dan transparan, menjelaskan latar belakang keberangkatan istrinya ke Singapura.
“Meski dalam keadaan hamil, Jumarini nekat pergi ke Singapura untuk bekerja sebagai pekerja rumah tangga. Meskipun ia mengetahui bahwa pekerja hamil tidak diizinkan di sana,” ujar Hendri melalui pres release yang dibagikan kuasa hukum pada Kamis 01/08/2024.
Henri juga mengungkapkan bahwa Jumarini meninggalkan Buku Panduan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta paket vitamin dari bidan di rumah, tetapi membawa Kartu ATM dari sebuah bank di Singapura.
Hal ini menambah kecurigaannya bahwa Jumarini lebih memprioritaskan bekerja di Singapura daripada kesehatannya dan janin yang dikandungnya.
Menurutnya, pada awal Maret 2024, Jumarini tiba di Singapura dengan kondisi perut yang tidak lagi membuncit (hamil), berbeda dengan kondisi pada Februari 2024 ketika janinnya masih dalam keadaan sehat.
Ia menduga bahwa Jumarini telah mengaborsi janinnya sebelum masuk ke Singapura demi memenuhi syarat untuk bekerja sebagai pekerja rumah tangga di sana.
“Foto-foto Jumarini di Singapura, sejak Maret hingga Juni 2024 menunjukkan tubuhnya yang langsing tanpa tanda-tanda kehamilan, padahal jika dihitung dari awal kehamilan, seharusnya saat ini usia kandungan sudah mencapai sembilan bulan,” terangnya.
Sementara Ahmad Triswadi Kuasa Hukum Eva Henri, mengucapkan terima kasih atas respons cepat dari pihak Polda Jateng.
“Terima kasih Polda Jateng. Penyidik juga menyampaikan bahwa mereka akan segera memanggil saksi-saksi yang mengetahui kehamilan Jumarini, termasuk bidan yang menangani pemeriksaan kandungannya dari Desember hingga Februari 2024 sebelum ia pergi ke Singapura,” ujar Ahmad Triswadi.
Ahmad Triswadi, menambahkan, “Kami sangat berharap agar laporan klien kami dengan nomor: 001/LAPDU/EHD/VI/2024 tanggal 14 Juni 2024 ini dapat segera dituntaskan oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jateng.
“Kami berharap pihak berwenang dapat menindaklanjuti kasus ini dengan serius karena ini menyangkut hak hidup seorang janin yang tidak berdosa” harapnya.
Jika terbukti bersalah, Jumarini dan pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan aborsi ini bisa dikenakan hukuman sesuai Pasal 75 Ayat (1) dan (2) yang dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 194 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, atau bisa juga dijerat dengan Pasal 340 KUHP.
“Kami menduga kuat bahwa ada pelanggaran serius terhadap hukum yang berlaku, dan kami berharap keadilan dapat ditegakkan. Ini bukan hanya tentang pelanggaran hukum, tetapi juga tentang moral dan kemanusiaan,” tegas Ahmad Triswadi.
Saat ini, Polda Jateng sedang mengumpulkan bukti-bukti tambahan dan akan memanggil saksi-saksi yang relevan untuk memperkuat kasus ini.
Pihak keluarga Henri berharap proses hukum dapat berjalan lancar dan cepat, sehingga kebenaran dapat terungkap dan keadilan dapat ditegakkan. Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan dugaan tindak pidana aborsi dan pelarian ke luar negeri oleh terlapor.
Polda Jateng akan bekerja sama dengan pihak berwenang di Singapura untuk menangani kasus ini, termasuk kemungkinan ekstradisi Jumarini untuk menjalani proses hukum di Indonesia. (J02/A01)