Jurnalpantura.id, Kudus – Angka kasus stunting di Kabupaten Kudus mengalami penurunan pada tahun 2023. Angka kasus turun, baik itu berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) maupun Aplikasi Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM).
Kabid Kesehatan Masyarakat pada DKK Kudus, Nuryanto menyampaikan, berdasarkan data SSGI, capaian angka stunting di tahun 2022 tercatat sekira 19 persen, kemudian mengalami penurunan di tahun 2023 menjadi 16,8 persen.
Sedangkan, trend di e-PPGBM yang dilakukan melalui penimbangan serentak di Kabupaten Kudus, mencatat adanya penurunan jumlah kasus stunting, dari tahun 2022 di angka 5 persen menjadi 4,05 persen di tahun 2023.
“Kalau untuk angkanya di e-PPBGM itu tahun 2022 ada sekitar 2.900-an anak stunting dan di 2023 ada sekitar 2.500-an, jadi mengalami penurunan,” katanya.
Nuryanto menyampaikan bahwa upaya spesifik untuk penanganan kasus stunting sudah dilakukan mulai dari hulu sampai hilir. Baik itu, melalui penguatan calon pengantin (catin), ibu hamil, maupun bayi yang dilahirkan.
“Kita advokasi pula untuk ASI (air susu ibu) eksklusif untuk bayi usia 0-6 bulan agar diberikan oleh sang ibu. Apalagi, di Kudus kebanyakan kan karyawan pabrik, jadi kita kerjasama dengan perusahaan agar menyediakan kelonggaran bai ibu untuk memberikan ASI eksklusif,” terangnya.
Selain itu, DKK Kudus juga menguatkan program Posyandu Integrasi Layanan Primer (ILP) yang akan menangani masalah kesehatan di seluruh siklus kehidupan. Mulai dari bayi lahir, anak-anak, remaja, dewasa, hingga lansia.
Nuryanto berharap, angka stunting di Kabupaten Kudus bisa terus mengalami penurunan setiap tahunnya. Dimana, untuk tahun 2024, pihaknya menargetkan angka stunting berdasarkan SSGI bisa dibawah standar nasional yakni 14 persen.
“Yang tahun 2023 masih 16,8 persen, harapan kami di 2024 memang dibawah 14 persen angka stuntingnya,” terangnya.
Sedangkan untuk kasus stunting berdasarkan e-PPGBM, pihaknya menargetkan bisa turun di bawah 4 persen untuk tahun 2024 ini. (J05/A01)
Komentar