Jurnalpantura.id, Kudus – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor Kabupaten Kudus menggelar talk show bertajuk Implementasi UU Perlindungan Anak bagi Pesantren pada Rabu, 28/05/2025.
Menggandeng Komisi E DPRD Provinsi Jawa Tengah, Talk show di Auditorium Pesantren Nashrul Ummah Mejobo, digelar sebagai upaya penguatan komitmen bersama terhadap perlindungan anak di lingkungan pendidikan berbasis agama, khususnya pesantren.
Anggota Komisi E DPRD provinsi Jawa Tengah, Arif Wahyudi, yang salah satunya membidangi tentang Pendidikan dan Sosial menegaskan, agenda ini adalah bagian dari gerakan bersama yang bertujuan menjadikan perlindungan anak sebagai bagian integral dari sistem pendidikan pesantren.
“Kita ingin ada keberlanjutan. Talk show ini bukan akhir, tapi awal dari proses transformasi pesantren menuju lembaga pendidikan yang lebih ramah anak,” ujarnya.
Lebih jauh, ia menyampaikan harapan bahwa hasil diskusi ini dapat melahirkan rumusan strategis yang aplikatif dan bisa dijalankan oleh pesantren, tidak hanya di Kudus, tetapi juga di berbagai daerah lain.
Sementara Ketua LBH GP Ansor Kudus, H. Saiful Anas, menyebut untuk membangun pemahaman dan komitmen kolektif dibutuhkan komitmen bersama dan menyatukan persepsi sekaligus merumuskan langkah-langkah konkret dalam menerapkan Undang-Undang Perlindungan Anak secara kontekstual di lingkungan pesantren.

Ia menekankan bahwa pesantren harus menjadi lingkungan yang aman, mendidik, dan bebas dari kekerasan dalam bentuk apa pun.
“Kegiatan ini merupakan bagian dari ikhtiar kita untuk menjadikan pesantren sebagai ruang belajar yang tidak hanya membekali ilmu agama, tetapi juga menjamin perlindungan hak-hak anak,” kata Saiful Anas.
Menurutnya, pesantren memiliki kekhasan sebagai lembaga pendidikan yang sangat dekat dengan kehidupan santri sehari-hari, sehingga tanggung jawab dalam melindungi anak menjadi lebih besar.
Saiful Anas menyoroti pentingnya kolaborasi antar pihak, mulai dari pengasuh, pendidik, hingga aparat penegak hukum. Ia berharap kegiatan ini dapat memperkuat sinergi yang dibutuhkan untuk menciptakan sistem perlindungan yang efektif dan menyeluruh.
“UU Perlindungan Anak bukan hanya tanggung jawab negara, tetapi juga tanggung jawab moral seluruh elemen masyarakat, termasuk pengelola pesantren. Talk show ini merupakan momentum untuk menyatukan semangat itu,” ujarnya.
Acara ini juga merespons dinamika nasional terkait isu perlindungan anak di lingkungan pesantren. Kementerian Agama, melalui Keputusan Menteri Agama Nomor 91 Tahun 2025, telah meluncurkan Peta Jalan Program Pengembangan Pesantren Ramah Anak.
Dokumen ini menjadi acuan dalam pengembangan sistem pendidikan pesantren yang lebih inklusif dan berkeadilan bagi anak-anak.
Talk show ini bukan sekadar forum diskusi, tetapi juga menjadi ajakan terbuka bagi semua elemen pesantren untuk mulai mengevaluasi dan membenahi sistem pembinaan santri.
“Melalui dialog yang terbuka dan berbasis solusi, akan muncul praktik-praktik baik yang bisa diadopsi oleh pondok pesantren. Kami ingin pesantren tidak hanya dikenal karena kuatnya pendidikan agama, tapi juga karena keberpihakannya terhadap hak-hak anak,” jelasnya.
Kehadiran sejumlah pembicara lintas sektor yang memiliki perhatian dan kepakaran dalam isu perlindungan anak, seperti Iptu Hendro Santiko, KH. Khifni Nasif ketua Rabithah Maahidil Islamiyah (RMI NU) diharapkan mampu memperkaya wawasan dan memperkuat langkah-langkah kolektif dalam membangun pesantren yang bukan hanya mencetak generasi beriman dan berilmu, tetapi juga terlindungi secara hukum dan kemanusiaan.
Dengan talkshow ini menjadi pemantik Pemkab Kudus, Kemenag Kudus, APH dan lembaga lainnnya untuk menelurkan regulasi, berupa Perbup Pesantren ramah anak, berisi tentang tata kelola yang menjamin terlindunginya hak dan kewajiban elemen-elemen di dalam pesantren. (J02/A01)