Jurnalpantura.id, Kudus – Kabupaten Kudus mencatat inflasi sebesar 0,35 persen pada November 2024, menurut laporan terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Inflasi ini terutama didorong oleh kenaikan harga pada sejumlah komoditas pangan, dengan bawang merah menjadi penyumbang inflasi terbesar.
Kepala BPS Kudus, Eko Suharto, menjelaskan bahwa bawang merah memiliki andil inflasi sebesar 0,14 persen, disusul tomat dengan kontribusi 0,05 persen. “Selain itu, emas perhiasan dan minyak goreng masing-masing menyumbang inflasi sebesar 0,03 persen, serta jeruk sebesar 0,02 persen,” ungkapnya pada Selasa (3/12/2024).
Meski demikian, terdapat beberapa komoditas yang berkontribusi terhadap deflasi, seperti beras yang mencatat andil deflasi sebesar 0,03 persen, cabai rawit sebesar 0,02 persen, serta kentang, salak, dan buah naga yang masing-masing menyumbang 0,01 persen.
Dari sisi kelompok pengeluaran, makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang inflasi terbesar dengan angka 0,89 persen. Kelompok lainnya, seperti perawatan pribadi dan jasa lainnya, mencatat inflasi sebesar 0,62 persen, diikuti penyedia makanan dan minuman (restoran) sebesar 0,28 persen, sektor kesehatan 0,20 persen, serta kebutuhan rumah tangga rutin sebesar 0,19 persen.
“Secara tahunan (year-on-year), inflasi Kudus mencapai 1,26 persen. Komoditas yang menjadi penyumbang inflasi terbesar secara tahunan adalah emas perhiasan sebesar 0,19 persen, minyak goreng 0,16 persen, dan sigaret kretek mesin 0,14 persen,” tambah Eko.
Berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK), Kudus mencatat angka 106,45 pada bulan November. Inflasi ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata inflasi Jawa Tengah, yang tercatat sebesar 0,26 persen pada periode yang sama.
BPS Kudus berharap, pemerintah daerah dapat terus memantau harga komoditas pangan dan menerapkan kebijakan yang mendukung stabilitas harga. Langkah ini diperlukan agar dampak inflasi terhadap daya beli masyarakat dapat diminimalkan. (J06/A01)