Jurnalpantura.id, Kudus – Resiliensi sendiri adalah proses individu untuk beradaptasi, tetap bertahan, dan tetap teguh ketika menghadapi keadaan sulit dan mengancam serta kembali pulih (recovery) dari kondisi tekanan (Apriawal, 2022).
Menurut Revich & Shatte (Purwanto & Sahrah, 2020). mengungkapkan bahwa resiliensi akan diaktifkan oleh individu ketika sistem keseimbangan hidupnya terganggu dan mengahadapi situasi yang berat.
Dari hasil observasi dan wawancara yang saya lakukan kepada penyandang disabilitas khususnya yang tergabung menjadi anggota Forum Komunikasi Disabilitas Kudus, kebanyakan dari mereka membuka usaha sendiri karena sulitnya mencari pekerjaan diluar sana.
Meskipun demikian masih ada sekitar 10% anggota FKDK masih belum mempunyai pekerjaan sekarang. Hambatan terbesar mereka adalah pendidikan karena kebanyakan lowongan pekerjaan minimal lulusan SMA dan kebanyakan anggota hanya lulus SD atau SMP.
Tidak hanya itu menurut Rismawan selaku ketua FKDK peran pemerintah juga turut adil dalam hal mencari pekerjaan bagi disabilitas karena menurut Perda Disabilitas Kabupaten Kudus Nomor 10 tahun 2021.
Sesuai Perda tersebut, satu persen dari jumlah pekerja swasta adalah penyandang disabilitas, serta dua persen untuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Tapi kenyataannya berbeda Kudus yang notabene Kota Industri, tetapi para penyandang disabilitas di Kudus justru berkerja di Jepara karena di Kudus belum sepenuhnya menerapkan Perda tersebut.

Rismawan juga berharap untuk dibuatnya Perbup agar bisa lebih spesifik mengatur yang ada di Perda Disabilitas tersebut. Tujuannya Perbup itu agar pemerintah daerah bisa memberikan, bisa melindungi hak teman-teman penyandang disabilitas di Kudus.
Diskriminasi masih kental terjadi di Kudus bagi penyandang disabilitas salah satu contohnya Rismawan yang pernah mengalami beberapa diskriminasi waktu mencari kerja yang waktu wawancara tiba – tiba dibatalkan atau waktu mau melamar sudah ditolak lebih dahulu karena tau kondisi beliau yang disabilitas.
Namun meskipun demikian Rismawan tidak putus asa beliau berfikir untuk mencari ilmu lagi dengan dukungan keluarganya setelah lulus SMA di Kudus melanjutkan sekolah lagi di Solo & Bogor khusus untuk disabilitas.
Dari sekolah tersebut Rismawan disalurkan dibeberapa perusahaan besar seperti Astra, beliau bekerja di Astra hampir 12 tahun dan memutuskan kembali ke Kudus karena Ibunya yang sedang sakit.
Untuk sekarang Rismawan bekerja di Tiki Kudus berkat dukungan keluarga dan lingkungan, Rismawan dapat survival melawan diskriminasi yang terjadi kepadanya dulu.
Rismawan juga mengakui jika tidak ada keluarga khususnya ibu, beliau belum tentu bisa sampai sekarang.
Tidak hanya Rismawan saja banyak anggota dari FKDK yang pernah mengalami diskriminasi dalam mencari pekerjaan tapi mereka tidak putus asa dan memilih untuk membuka usaha sendiri seperti berjualan, membuka jasa menjahit, dan lainnya. Untuk sekarang alhamdulillah banyak usaha dari anggota FKDK yang sukses.
Penulis : Yunita Rahmawati, Mahasiswi Falkultas Psikologi, Universitas Muria Kudus. (J05/A01)