Jurnalpantura.id, Kudus – Bencana banjir di Indonesia telah menjadi permasalahan yang kompleks, terutama di tengah pengaruh perubahan iklim global. Pola cuaca yang tidak menentu menyebabkan curah hujan ekstrem, sehingga meningkatkan risiko banjir, terutama di wilayah yang rentan.
Kondisi ini diperburuk oleh kurangnya perhatian terhadap tata kelola lingkungan, seperti penggunaan lahan yang tidak terkontrol dan minimnya upaya pelestarian daerah resapan air.
Dampak dari bencana ini tidak hanya dirasakan dalam bentuk kerugian materi, tetapi juga gangguan sosial, ekonomi, dan psikologis.
Sebagai mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muria Kudus, Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pati menjadi kesempatan untuk memahami lebih dalam dinamika penanggulangan bencana, khususnya banjir tahunan di Desa Sekarjalak.
Pengalaman ini juga memberikan peluang untuk mengaplikasikan konsep Psikologi Sosial, seperti memahami perilaku kelompok, solidaritas masyarakat, serta respons emosional dalam situasi darurat.
Desa Sekarjalak merupakan salah satu wilayah yang paling terdampak banjir tahunan. Penyebab utamanya adalah luapan air sungai yang tidak mampu menampung volume air hujan, diperparah oleh penyumbatan saluran akibat sampah dari hulu sungai.
Dampaknya tidak hanya kerugian materi, seperti kerusakan lahan pertanian dan infrastruktur, tetapi juga mengganggu aktivitas masyarakat, termasuk pendidikan dan kesehatan.
Dalam menghadapi risiko ini, BPBD Kabupaten Pati bersama masyarakat Desa Sekarjalak telah mengimplementasikan beberapa langkah strategis:
Pengembangan Peta Risiko Bencana
BPBD mengembangkan peta risiko bencana yang komprehensif untuk membantu pemerintah dan masyarakat mengenali wilayah rawan banjir serta merencanakan langkah pencegahan yang lebih efektif.
Peta ini menjadi acuan penting dalam mitigasi bencana.

Edukasi Masyarakat Sebagai bagian dari program mitigasi, mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muria Kudus aktif mengedukasi masyarakat Desa Sekarjalak tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.
Dalam salah satu kegiatan, mahasiswa mengadakan lokakarya yang melibatkan kelompok warga untuk mendiskusikan dampak buruk banjir akibat sampah dan deforestasi. Selain itu, mahasiswa juga memfasilitasi penyebaran spanduk peringatan yang mengingatkan warga agar tidak membuang sampah sembarangan.
Program edukasi ini diharapkan dapat membangun kesadaran masyarakat untuk berperan aktif dalam mencegah banjir.
Perbaikan Infrastruktur
Langkah perbaikan saluran drainase dan peninggian tanggul sungai menjadi prioritas untuk mengurangi risiko banjir. Selain itu, penanaman pohon di area resapan air juga dilakukan untuk meningkatkan daya serap tanah dan mencegah erosi.
Simulasi dan Pelatihan Tanggap Bencana
Pelatihan dan simulasi bencana secara berkala melibatkan seluruh elemen masyarakat untuk meningkatkan pemahaman tentang tindakan yang harus dilakukan sebelum, saat, dan setelah bencana terjadi. Kegiatan ini bertujuan untuk membangun kesiapsiagaan masyarakat menghadapi banjir.
Kolaborasi Antar-Pihak
Upaya penanggulangan bencana tidak dapat berjalan tanpa sinergi yang kuat antara masyarakat, pemerintah desa, dan BPBD. Kolaborasi ini mencakup program penghijauan, edukasi masyarakat, serta pemasangan alat deteksi banjir.
Melalui pengalaman PKL ini, saya menyadari pentingnya peran edukasi dan kolaborasi dalam menciptakan masyarakat yang tangguh terhadap bencana. Program seperti peta risiko bencana dan simulasi tanggap darurat menunjukkan bahwa pendekatan yang terencana dapat memberikan dampak positif yang berkelanjutan.
Desa Sekarjalak menjadi model yang dapat diadaptasi oleh wilayah lain untuk mengatasi dampak banjir dan membangun ketahanan masyarakat terhadap bencana di masa depan.
Penulis: Vina Ayu Triana
Fakultas Psikologi Universitas Muria Kudus