Jurnalpantura.id, Kudus – Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Kudus mencatat bahwa terdapat sekitar 192 pondok pesantren yang telah mengantongi Ijin Operasional Pondok Pesantren (IJOP) di daerah tersebut.
Ribuan santri saat ini sedang menempuh pendidikan agama Islam di berbagai pondok pesantren di Kota Kretek, menjadikan Kudus sebagai salah satu pusat pendidikan keagamaan di Indonesia.
Kasi Pondok Pesantren Kemenag Kudus, Sulthon, mengungkapkan bahwa 30 persen santri di Kudus berasal dari perantauan. Hal ini menunjukkan bahwa Kudus semakin diminati sebagai lokasi untuk menuntut ilmu agama.
“Hampir merata, ada santri dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan bahkan dari luar negeri, seperti Malaysia,” ujarnya.
Mayoritas pondok pesantren di Kudus dikenal dengan metode klasik dalam pengajaran, terutama dalam menghafal Al Quran. Metode ini menarik banyak santri karena dianggap efektif.
“Di sini, kami masih menerapkan metode klasik, seperti setoran hafalan ke Pak Yai, yang banyak diterapkan di Ponpes Yanbu’ul Quran,” tambah Sulthon.
Selain itu, terdapat juga pondok pesantren yang menerapkan metode Laa Roiba, yang terkenal di Jombang. Metode ini mengutamakan pembelajaran menyambung ayat-ayat Al Quran dan baru saja berkembang di Ponpes Baitul Mukmin Getaspejaten.
“Walaupun peminatnya banyak, lokasi pondok tersebut saat ini belum dapat menampung santri dalam jumlah besar, hanya sekitar 30-50 santri,” jelasnya.
Kemenag Kudus juga menekankan pentingnya legalitas bagi pondok pesantren yang belum mengantongi IJOP. Sulthon menjelaskan, syarat untuk memperoleh IJOP antara lain memiliki santri minimal 15 orang, bangunan yang memadai, serta proses pembelajaran yang sudah berjalan.
“Harapan kami adalah agar santri yang belajar di pondok pesantren di Kudus merasa nyaman. Kami berharap pengurus pondok pesantren dapat menjaga nama baiknya, sehingga Kudus semakin menjadi rujukan santri dari dalam dan luar daerah,” tutupnya. (J05/A01)
Komentar