Jurnalpantura.id, Kudus – Tradisi Syawalan di Sendang Jodo masih dilestarikan dengan antusias Dukuh Jambean, Desa Purworejo, Kecamatan Bae, Kudus. Ribuan masyarakat turut menyemarakkan tradisi yang digelar pada Senin, 7/4/2025.
Mereka juga ada yang berasal dari luah daerah, dan datang untuk mengikuti prosesi kirab dan doa bersama di kompleks Sendang Jodo, yang dipercaya memiliki kekuatan mistik, terutama dalam hal jodoh dan rezeki.
Kirab dimulai dari Masjid Al-Hikmah Jambean. Warga mengarak gunungan ketupat dan lepet. Kemudian, mereka melanjutkan perjalanan menuju Sendang Jodo untuk melaksanakan doa bersama di petilasan yang dipercaya sebagai tempat mandi bidadari.
Purwati (49), warga asli Jambean, mengenang bahwa tradisi ini telah dilaksanakan sejak Ia kecil. Menurutnya, tradisi ini lebih dari sekadar budaya, melainkan juga mengandung nilai spiritual yang diyakini oleh masyarakat Jambean.
“Banyak yang datang ke sendang untuk cuci muka atau mandi, berharap dapat jodoh,” ujarnya.
Kepala Desa Purworejo, Noor Chamid menerangkan, menurut cerita yang berkembang, mitos tentang Sendang Jodo bermula dari kisah dua bidadari yang turun dari kayangan, yaitu Den Ayu Sunti dan Den Ayu Tarwiyah.
“Den Ayu Sunti mengucapkan siapa pun yang membasuh muka atau mandi di sendang ini akan dimudahkan jodohnya. Yang sudah menikah, bisa awet muda dan dilancarkan rezekinya,” jelas Noor Chamid.
Masyarakat setempat meyakini bahwa siapa saja yang mengikuti tradisi ini akan memperoleh berkah. Banyak yang telah membuktikan bahwa setelah berkunjung ke Sendang Jodo, mereka menemukan jodoh atau mengalami kelancaran dalam urusan rezeki.
Camat Bae, Amin Rahmat, memberikan apresiasi terhadap tradisi tersebut. Menurutnya, tradisi ini bisa menjadi magnet wisata lokal yang unik, karena mengandung unsur mistik, seni kirab, dan nilai kebersamaan yang kental di tengah masyarakat.
“Sendang Jodo menyimpan potensi budaya dan pariwisata yang kuat jika dikemas dengan baik,” katanya.
Selain prosesi kirab dan doa bersama, warga juga menggelar pertunjukan teatrikal yang menceritakan kisah bidadari. Pertunjukan ini memberikan nilai artistik dalam upaya pelestarian mitos lokal.
Dengan demikian, Sendang Jodo kini tidak hanya menjadi simbol kepercayaan, tetapi juga representasi budaya yang hidup berdampingan dengan perkembangan zaman. (J05/A01)