Jurnalpantura.id, Kudus – Empat gentong air tampak berjejer rapi di depan Balai Desa Tumpangkrasak, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Minggu, 29/6/2025. Di atas meja kecil, tersaji dupa dan kembang sebagai pelengkap ritual.
Masyarakat desa berbondong-bondong datang untuk mengambil air dari gentong tersebut, yang diyakini membawa berkah dan keselamatan bagi siapa saja yang menggunakannya.
Kegiatan ini merupakan puncak dari rangkaian tradisi Kirab Budaya Grebeg Suro yang digelar oleh ribuan warga Desa Tumpangkrasak.
Tradisi ini digelar sebagai kelanjutan dari perayaan malam satu suro yang dilaksanakan di balai desa sehari sebelumnya. Kirab budaya tersebut mengusung nilai-nilai kearifan lokal yang masih dijaga kuat oleh masyarakat setempat.
Air yang berada di dalam empat gentong itu diambil dari empat punden keramat yang ada di Desa Tumpangkrasak, yakni Punden Mbah Jowiro Puso, Mbah Martoyudo, Mbah Jayengrono, dan Mbah Sugipati.
Masyarakat percaya bahwa air dari punden tersebut memiliki tuah dan keberkahan, karena berasal dari tempat para leluhur yang dianggap sebagai cikal bakal desa.
Salah satu warga, Maryati (34), mengaku rutin mengikuti acara ini setiap tahunnya. Ia menyempatkan diri membasuh muka dan membawa pulang sebotol air dari gentong tersebut.
“Air ini bisa membawa berkah dan bikin saya merasa lebih sehat. Semoga rezeki juga bertambah,” ucapnya penuh harap.
Kepala Desa Tumpangkrasak, Sarjoko Saputro, mengatakan bahwa kirab Grebeg Suro ini menjadi bagian dari pelestarian budaya dan penghormatan terhadap leluhur.
Ia menyebut acara ini sebagai bagian dari prosesi “Tirta Pusaka Tetesing Suci Wiyosaning Leluhur” yang bermakna menyatukan masyarakat dalam nilai-nilai tradisi dan spiritual.
Menurut Sarjoko, kirab ini melibatkan seluruh elemen masyarakat dengan membawa gunungan hasil bumi dan berjalan mengelilingi empat titik punden. Tradisi ini sekaligus menjadi simbol keberagaman dan kekuatan komunitas desa dalam merawat nilai-nilai luhur.
“Ini bentuk syukur atas tahun baru Islam dan ajang mempersatukan warga,” tuturnya.
Ketua panitia kegiatan, Muhammad Sapuan, menambahkan bahwa kirab budaya ini juga menjadi media edukasi untuk mengenalkan sejarah dan budaya desa kepada generasi muda. Ia berharap tradisi ini terus dilestarikan dan menjadi identitas budaya desa yang kuat. (J05/A01)