Jurnalpantura.id, Kudus – Wilujengan Mitoni Najla Adjani Mahendra digelar sakral pada Rabu Wage, 26/2/2025, di Puri Dhalem Kalingga Murdho Djati, Blok Kulon Gebog Gondosari, Kabupaten Kudus.
Acara yang sarat dengan nilai budaya ini berlangsung khidmat, dihadiri oleh keluarga besar serta tamu undangan. Sebagai bentuk pelestarian budaya, acara ini mengembalikan tatanan leluhur yang semakin jarang dilakukan di tengah modernisasi.
Wilujengan Mitoni adalah bagian dari tradisi tujuh bulanan kehamilan, yang merupakan ritual sakral dalam budaya Jawa. Dalam acara ini, berbagai prosesi penting dilakukan, seperti siraman, sungkeman, dan pagelaran wayang kulit.
Setiap langkah dalam prosesi tersebut mengandung filosofi mendalam yang tidak hanya sebagai ungkapan syukur atas kehamilan, tetapi juga sebagai doa untuk keselamatan ibu dan bayi yang akan lahir.
Acara ini diselenggarakan oleh keluarga besar H. Kamal Mustofa untuk menyambut cucu pertama mereka, Najla Adjani Mahendra. Selain menjadi bentuk pelestarian budaya, acara ini juga memiliki makna mendalam dalam mengembalikan tatanan leluhur yang sarat akan nilai-nilai luhur.
Salah satu sorotan utama adalah pagelaran wayang kulit oleh Ki Purbo Asmoro yang membawakan lakon “Tumuruning Wahyu Wiji Sejati”. Pementasan ini tidak hanya memberikan hiburan tetapi juga menyampaikan pesan moral yang sangat relevan dengan kehidupan.
Retno Aisah Maharani, seorang mahasiswi Universitas Muria Kudus yang turut hadir, mengungkapkan kekagumannya terhadap tradisi Mitoni.
“Wah keren dan sangat berbudaya Jawa sekali, Mas. Kesakralan dan kearifan lokalnya sangat terasa. Saya baru pertama kali menyaksikan prosesi ini dan benar-benar terkesan,” ungkap gadis berusia 21 tahun itu.
Tradisi mitoni ini dipandu oleh Pengantin Production yang dipimpin oleh Ibu Dani Mukti dari Yogyakarta, berkolaborasi dengan Max Production Kudus. Keduanya bekerja sama untuk menghadirkan prosesi yang sangat apik dan mengesankan.
Salah satu momen sakral yang tidak terlupakan adalah saat sungkeman, di mana calon ibu memohon doa restu dari orang tuanya menjelang persalinan.
Pak Kamal Mustofa, perwakilan dari keluarga besar, menyampaikan rasa terhormat mereka bisa menjalankan tradisi ini dengan penuh khidmat.
“Kami merasa sangat terhormat bisa menjalankan tradisi ini dengan penuh khidmat. Ini bukan hanya tentang merayakan kehamilan, tetapi juga menyambung doa dan harapan untuk calon anak yang akan lahir. Semoga tradisi ini terus dijaga oleh generasi mendatang,” ujar Pak Kamal.
Sebagai wiraswasta yang sangat menghargai budaya lokal, Pak Kamal menegaskan pentingnya menjaga dan melestarikan budaya Jawa agar tidak punah.
“Kami menggelar tradisi ini bukan hanya untuk merayakan kelahiran cucu pertama kami, tetapi juga untuk menjaga agar budaya lokal tetap hidup. Kami prihatin jika anak cucu kita tidak mengenal budaya mereka sendiri,” tambahnya. (J005/A01)