Jurnalpantura.id, Kudus – Sekitar 700 pegawai honorer atau non Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja di instansi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus terancam dirumahkan.
Hal ini muncul menyusul kebijakan pemerintah pusat yang mengatur penataan pegawai non ASN, yang mana hanya pegawai dengan masa kerja lebih dari dua tahun yang berpeluang mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Kepala BKPSDM Kabupaten Kudus, Putut Winarno, mengungkapkan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023, pemerintah menargetkan penataan ASN selesai pada tahun 2024.
“Paling akhir 2024 itu penataan non ASN, lalu tahun 2025 itu tidak ada non ASN lagi,” ujar Winarno, Senin, 3/2/2025.
Putut menambahkan bahwa Pemkab Kudus telah mengeluarkan empat kali aturan terkait larangan rekrutmen pegawai non ASN sejak tahun 2022.
Di antaranya adalah Surat Edaran (SE) Bupati Kudus tahun 2022 dan 2023, serta peraturan bupati pada Januari 2024 yang kemudian ditindaklanjuti dengan SE Sekretaris Daerah (Sekda) Kudus.
“Dari tahun 2022 sampai 2024, Bupati Kudus sudah melarang rekruitmen non ASN atau dengan nama lainnya, seperti tenaga kontrak, honorer, GTT, PTT, wiyata bakti,” tambahnya.
Lebih lanjut, Putut menjelaskan bahwa aturan tersebut semakin diperjelas dengan terbitnya Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB) Nomor 15 Tahun 2025, yang mengatur kriteria pegawai honorer yang dapat mengikuti seleksi PPPK tahap II pada tahun anggaran 2024.
Dalam regulasi tersebut, hanya pegawai dengan masa kerja minimal dua tahun yang bisa mengikuti seleksi PPPK, serta beberapa kriteria lain, seperti eks THK-II dan lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG).
Dengan adanya aturan tersebut, pegawai honorer yang memiliki masa kerja kurang dari dua tahun terancam kehilangan pekerjaan, karena mereka tidak memenuhi syarat untuk mengikuti seleksi PPPK.
“Karena mereka di bawah dua tahun masa kerjanya, maka statusnya akan disesuaikan dengan regulasi yang ada,” ujar Putut.
Putut mengungkapkan bahwa instansi yang memiliki pegawai honorer dengan masa kerja kurang dari dua tahun terbanyak adalah di bidang pendidikan, diikuti oleh sektor kesehatan dan sektor lainnya.
Kebijakan penataan ASN ini memang membawa dampak besar bagi ratusan pegawai honorer di Kudus, namun di sisi lain juga bertujuan untuk menciptakan sistem kepegawaian yang lebih profesional dan terstruktur. (J05/A01)