Jurnalpantura.id, Kudus – Jumlah Pedagang Kaki Lima (PKL) yang telah mengantongi Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi (SLHS) di Kabupaten Kudus masih sangat minim. Padahal, sertifikat ini penting untuk menjamin makanan yang disajikan aman dikonsumsi masyarakat.
Hingga saat ini, dari ribuan PKL yang ada, baru sebagian kecil yang memiliki sertifikasi tersebut.
Kabid PKL pada Dinas Perdagangan Kabupaten Kudus, Imam Prayitno mengungkapkan, total jumlah PKL yang terdata mencapai 3.226 pedagang. Jumlah ini terdiri dari berbagai jenis PKL, mulai dari pedagang gerobak, asongan, hingga kinjeng.
Namun, hanya 150 PKL kinjeng dan 6 pedagang gerobak yang telah mengantongi sertifikat SLHS.
Imam menjelaskan bahwa rendahnya jumlah PKL bersertifikat disebabkan oleh keterbatasan anggaran untuk mengadakan pelatihan. Biaya pelatihan mandiri untuk memperoleh SLHS pun cukup mahal, yakni sekitar Rp 1,8 juta per pedagang.
“Karena selama ini kita tidak mendapatkan anggaran untuk mengadakan pelatihan itu,” ujar Imam, Jumat (25/4/2025).
Untuk mengatasi hal ini, pihaknya telah mengusulkan program modal usaha melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kudus Tahun 2026.
Program ini diharapkan dapat menjadi solusi atas berbagai kendala yang dihadapi PKL, khususnya dalam meningkatkan kualitas dagangan dan layanan.
“Program modal usaha ini nantinya tidak hanya berupa bantuan uang, tetapi juga pelatihan, pendampingan, hingga penyediaan alat berdagang,” tambahnya.
Anggaran yang diusulkan untuk program ini mencapai sekitar Rp 750 juta. Meski demikian, sasaran program belum bisa dipastikan karena masih dalam tahap pengusulan.
Lebih lanjut, Imam menjelaskan bahwa pelatihan SLHS juga akan dijadikan sebagai bagian dari strategi penataan PKL di Kudus. Dengan adanya regulasi yang mengatur SLHS sebagai syarat berdagang, diharapkan penataan PKL bisa berjalan lebih tertib.
“Kalau ada pedoman dari SLHS itu nanti akan mudah untuk menata PKL agar tertib,” pungkasnya. (J05/A01)