Jurnalpantura.id, Kudus – Henri warga Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, melaporkan istrinya, J alias EL (40) ke Polda Jawa Tengah.
Pria berusia 50 tahun tersebut nekat melaporkan istrinya karena pergi dari rumah untuk menjadi tenaga kerja di Singapura.
Tidak itu saja, sebelum berangkat ke Singapura, J diduga melakukan aborsi terlebih dahulu.
Hal itu disampaikan Penasehat Hukum Henri, Ahmad Triswadi, saat bertemu dengan awak media pada Rabu 17/07/2024 siang.
Ahmad Triswadi menjelaskan, Henri dan J merupakan tetangga satu desa yang merasa memiliki kecocokan dan akhirnya menikah pada 28 Januari 2023.
Sebelum menikah, J yang merupakan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sebagai Asisten Rumah Tangga (ART) di Singapura, sepakat bahwa setelah menikah ia harus tetap di Kudus dan tidak boleh kembali ke Singapura, sesuai yang diinginkan suaminya.
Agar roda perekonomian keduanya tetap berjalan, mereka membuka usaha Fitness Gym di Desa Colo yang saat ini memiliki banyak peserta.
Namun setelah pernikahan keduanya berjalan satu tahun lamanya, terjadi sedikit masalah dalam hubungan itu. Tiba-tiba tanpa sepengetahuan Henri, J kabur ke rumah orang tuanya, padahal saat itu J diketahui sedang hamil dengan usia kandungan sekitar 3 bulan, sesuai hasil pemeriksaan dokter puskesmas pada 9 Februari 2024.
“Saat kabur, J ini tidak membawa obat-obatan yang telah diresepkan dokter puskesmas untuknya. Buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) juga tidak dibawa, yang dibawa hanya kartu ATM salah satu bank di Singapura,” ungkap Triswadi pada Rabu, 17 Juli 2024.
Kliennya, lanjut Triswadi telah berusaha menghubungi J yang diduga kabur itu. Tapi ternyata, semua akses komunikasi baik itu melalui nomor telepon ataupun media sosial Henri telah diblokir J.
Bahkan saat mencoba berkomunikasi dengan orang tua J, keluarga J juga terkesan menyembunyikan informasi tentang anaknya itu.
“Tapi dari informasi seseorang yang bercerita ke klien saya, pada tanggal 18 Februari 2024, J diduga sudah di Bandara A. Yani Semarang,” ujarnya.
Berlanjut pada tanggal 23 Februari, klien Triswadi melihat sebuah unggahan foto yang menunjukkan kalau J sedang mendapat perawatan medis. Kliennya tidak tahu pasti di mana lokasi J saat itu dirawat.
“Lalu pada tanggal 13 Maret 2024, ada kabar masuk ke suami, kalau J sudah ada di Singapura. Di Singapura, J tidak menunjukkan kondisi seorang wanita yang sedang hamil, padahal seharusnya usia kehamilan J sudah 4 bulan,” ungkap Triswadi.
Waktu berjalan, kabar tentang J pun terus terdengar Henri. Hingga akhir-akhir ini, Henri mendapat kiriman foto yang menunjukkan perut J tidak buncit, tapi rata seperti orang tidak hamil.
“Padahal seharusnya, usia kandungan J sudah 8 bulan dan mulai persiapan melahirkan,” ujar Triswadi.
Kondisi J terbaru itu, menciptakan banyak dugaan dalam benak suaminya. Henri menduga, J melakukan aborsi sebelum ke Singapura. Sebab J tahu, salah satu syarat menjadi ART di Singapura itu tidak boleh hamil.
Atas hal tersebut, Henri melalui kuasa hukumnya membuat laporan atau aduan ke Polda Jateng pada 24 Juni 2024. Laporan itu pun telah terdaftar dengan nomor 001/LAPDU/EHD/VI/2024.
Saat ini, Triswadi menyampaikan bahwa kliennya sedang menunggu panggilan dari kepolisian untuk memberikan keterangan yang sebenarnya atas dugaan kejahatan yang dilakukan oleh istrinya tersebut.
Sebagai Penasehat Hukum Henri, Triswadi berharap Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jateng segera melaksanakan penanganan terhadap laporan atau pengaduan kliennya.
Atas apa yang terlihat, Triswadi menjelaskan, J yang diduga melakukan tindak kejahatan tersebut, diduga kuat melanggar pasal 75 ayat (1) dan (2) yang bisa diberi sanksi pidana berdasarkan Pasal 194 UU nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, atau kemungkinan dapat pula diberikan sanksi pidana berdasarkan Pasal 340 KUHP. (J02/A01)