Jurnalpantura.id, Kudus – Kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus yang mewajibkan Aparatur Sipil Negara (ASN) mengenakan Pakaian Adat Kudus setiap tanggal 23 tiap bulan membawa dampak positif bagi perajin lokal.
Salah satunya adalah meningkatnya permintaan caping kalo, aksesori khas Kudus yang kini menjadi bagian dari pakaian dinas ASN perempuan.
Kumaruddin (65), seorang perajin caping kalo asal Desa Jepang, Kecamatan Mejobo, mengungkapkan bahwa sejak pengumuman kebijakan ini, pesanan caping kalo melonjak tajam.
“Dalam dua minggu terakhir, saya sudah menerima lebih dari 100 pesanan, sebagian besar dari ASN dan guru,” ujarnya saat ditemui, Jumat (21/2/2025).
Menurut Kumaruddin, peningkatan pesanan ini menjadi berkah tersendiri. Sebab, sebelumnya permintaan caping kalo cenderung stagnan dan hanya ramai saat musim tertentu, seperti perayaan budaya dan kegiatan seni tradisional.
Proses Produksi Caping Kalo
Dalam proses pembuatannya, Kumaruddin tidak bekerja sendiri. Ia dibantu oleh beberapa perajin lain yang bertugas menganyam bagian utama caping, sementara dirinya fokus mengerjakan bagian kayu sebagai penutup.
“Butuh keterampilan khusus dalam membuat caping ini agar bentuk dan kualitasnya tetap terjaga. Apalagi dengan banyaknya pesanan, saya harus memastikan setiap produk yang dibuat tetap rapi dan kuat,” tambahnya.
Caping kalo yang diproduksi Kumaruddin dijual dengan harga Rp 130 ribu per buah. Meski permintaan meningkat, ia memastikan tidak akan menaikkan harga agar tetap terjangkau bagi para pembeli.
Dampak Kebijakan bagi Perajin Lokal
Sekretaris Daerah (Sekda) Kudus, Revlisianto Subekti, menyatakan bahwa kebijakan penggunaan pakaian adat ini bertujuan untuk melestarikan budaya Kudus sekaligus memberikan dampak ekonomi bagi perajin lokal.
“Selain menghidupkan kembali tradisi berpakaian adat di kalangan ASN, kebijakan ini juga menjadi peluang bagi perajin untuk meningkatkan pendapatan mereka,” jelasnya.
Dalam aturan yang telah ditetapkan, ASN perempuan diwajibkan mengenakan baju kurung, jarik, selendang tohwatu, selop atau sandal, serta caping kalo. Sementara ASN laki-laki menggunakan blangkon, beskap kudusan, jarik, dan selop.
Pemkab Kudus berharap aturan ini tidak hanya menanamkan kecintaan terhadap budaya lokal di kalangan ASN, tetapi juga meningkatkan kebanggaan masyarakat terhadap warisan budaya daerah.
“Kami ingin ASN menjadi contoh dalam melestarikan budaya Kudus, sekaligus membantu perajin agar tetap produktif dan berdaya saing,” pungkas Revlisianto. (J02/A01)