Jurnalpantura.id, Kudus – Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Setda Kudus mengendus adanya indikasi penerima atau lembaga pendidikan fiktif dalam pelaksanaan program Honorarium Kesejahteraan Guru Swasta (HKGS).
Kepala Bagian Kesra Setda Kudus, Syafi’i, mengungkapkan pihaknya telah menerima laporan mengenai keberadaan lembaga pendidikan yang tidak memiliki siswa, namun tercatat sebagai penerima program HKGS.
Kondisi ini tentu bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, di mana hanya guru aktif di lembaga yang masih berjalan yang berhak menerima honor.
“Ini nanti kan kita laksanakan verifikasi ulang, mudah-mudahan yang seperti itu bisa diabaikan atau tidak masuk daftar (penerima manfaat program HKGS),” jelas Syafi’i.
Menurutnya, langkah verifikasi ulang sangat penting untuk menjamin program tepat sasaran dan tidak disalahgunakan.
Syafi’i menyebut, saat ini ada satu lembaga pendidikan yang tengah disorot dan dilaporkan sebagai lembaga fiktif. Jika dalam proses verifikasi terbukti tidak aktif atau fiktif, maka guru-guru yang sempat menerima honor dari program HKGS akan diminta mengembalikan dana yang telah diterima.
“Kalau terbukti fiktif ya guru-gurunya harus mengembalikan,” tegasnya.
Jumlah guru di bawah naungan lembaga tersebut diperkirakan tidak lebih dari 10 orang. Syafi’i menduga lembaga tersebut mungkin aktif saat awal pendaftaran program, namun kini sudah tidak memiliki siswa.
“Kita masih cek dan verifikasi kembali,” ujarnya.
Sementara itu, program HKGS dengan nominal honor merata Rp 1 juta per bulan untuk setiap guru swasta di Kabupaten Kudus, tengah menunggu pengesahan Peraturan Bupati (Perbup) terbaru.
Jika tidak ada kendala, pencairan HKGS versi baru ini akan dimulai pada Juni 2025, sebagai bagian dari janji politik Bupati Sam’ani Intakoris dan Wabup Bellinda Birton dalam menyejahterakan guru swasta di Kudus.