Jurnalpantura.id, Kudus – Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Kudus mengungkapkan adanya peningkatan signifikan kasus penyakit Chikungunya di wilayahnya sejak awal 2025.
Hingga pertengahan April, tercatat 36 kasus terkonfirmasi, dengan rincian 24 kasus terjadi sepanjang bulan Maret, dan 12 kasus lainnya muncul di awal hingga pertengahan April.
Meski bukan termasuk penyakit mematikan, Chikungunya tetap menjadi perhatian serius karena gejalanya yang bisa sangat mengganggu, terutama nyeri hebat pada persendian yang kerap membuat penderita kesulitan beraktivitas.
Menurut dr Amirati Dwishinta Widhiasri dari Dinas Kesehatan Kudus, jumlah kasus yang tercatat kemungkinan belum mencerminkan kondisi sebenarnya di lapangan. Banyak masyarakat yang tidak menyadari gejala yang mereka alami.
“Seringkali masyarakat mengira hanya demam biasa, padahal nyeri sendi yang luar biasa bisa menjadi tanda khas Chikungunya,” ujarnya, Rabu, 16/4/2025.
Ia menjelaskan bahwa meski Chikungunya bisa sembuh dengan sendirinya dan memiliki angka kematian yang sangat rendah, penanganan dini tetap penting.
Terlebih, gejalanya bisa menyerupai demam berdarah dengue (DBD), yang juga ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu, tata laksana penanganan kedua penyakit ini pun serupa.
“Begitu ada kasus yang terdeteksi, kami langsung lakukan penyelidikan epidemiologi. Penanganannya seperti saat kami menangani kasus DBD, karena pola penyebarannya pun mirip,” jelasnya.
Pencegahan pun menjadi kunci penting. Dinas Kesehatan Kudus kembali mengimbau masyarakat untuk menjalankan langkah 3M Plus, yakni menguras tempat penampungan air, menutup rapat tempat air, dan mendaur ulang barang bekas yang berpotensi jadi sarang nyamuk, plus tambahan upaya seperti menanam tanaman pengusir nyamuk atau memelihara ikan pemakan jentik.
“Masyarakat adalah garda terdepan. Kami butuh partisipasi aktif dalam menjaga kebersihan lingkungan dan mencegah genangan air. Tanpa dukungan mereka, pemberantasan nyamuk tidak bisa maksimal,” tambah dr Amirati. (J05/A01)