oleh

Dihadapan Ratusan Pelajar Dan Kepala Sekolah, Gus Miftah Ajak Tumbuhkan Rasa Cinta Dalam Menghadapi Perbedaan

Jurnalpantura.id, Kudus – Ancaman disintegrasi bangsa seperti radikalisme, bahkan makar cukup menjadi momok bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pemahaman dan penerapan nilai-nilai kebangsaan harus terus digalakkan.

Oleh karena itu, Sarasehan dan Dialog Penguatan NKRI bagi Kepala Sekolah, Guru, Rohis SMA/SMK/MA se-eks Karesidenan Pati digelar di Aula SMA 1 Bae Kudus, Jum’at 14/02/2020.

Asisten Pemerintahan dan Kesra Kabupaten Kudus Agus Budi Satriyo menyambut baik acara tersebut digelar di Kudus. Selain itu, pihaknya menyatakan sikap ataupun ideologi radikal jangan sampai tumbuh di Kudus. Mengingat, ideologi tersebut dapat merusak keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

“Oleh karena itu, kita harus yakinkan kepada generasi penerus bahwa bangsa kita ini besar dan tidak boleh mudah percaya akan ideologi selain ideologi Pancasila,” Katanya saat mewakili Plt Bupati Kudus M Hartopo.

Agus Budi Satriyo juga mengingatkan bahwa perbedaan adalah suatu keniscayaan dan rahmat dari Tuhan YME. Maka, pihaknya mengajak agar dalam menghadapi perbedaan tidak mengutamakan permusuhan akan tetapi semangat persaudaraan.

“Kalau ada yang berbeda bukan berarti kita perangi atau musuhi. Justru harus kita rangkul karena kita satu, Indonesia,” ujarnya.

Gus Miftah menjadi nara sumber pada acara yang di gelar di SMA 1 Bae Kudus (Foto:J02)

Sedangkan Asisten Pemerintahan dan Kesra Provinsi Jawa Tengah Sarwa Pramana, Mewakili Gubernur Jawa Tengah mengajak agar generasi milenial penerus bangsa untuk tidak mudah percaya hoax dan berita bohong. Ia mencontohkan, virus Corona dijadikan sebagai alat oleh kelompok tertentu untuk mendiskreditkan etnis tertentu.

“Padahal di Jawa Tengah dan Indonesia belum terserang virus ini. Tapi, dimanfaatkan oleh oknom tertentu untuk menyebarkan kabar bohong dan mendiskreditkan etnis tertentu,” katanya.

Selain itu, pihaknya menggarisbawahi bahaya radikalisme, narkoba, pergaulan bebas, perundungan (bullying), tawuran dan ancaman lainnya bertolak belakang dengan semangat Pancasila. Oleh sebab itu, pihaknya mengimbau agar para kepala sekolah agar membekali siswa dengan pengetahuan ataupun wawasan kebangsaan.

“Wawasan kebangsaan ini harus diterapkan selain dipahami. Kita tentu tidak ingin hal-hal yang merusak generasi penerus tumbuh subur di Jawa Tengah,” imbuhnya.

Sementara itu, Gus Miftah sebagai pemateri utama mengkritisi bahwa bangsa Indonesia kurang memiliki cinta. Artinya, jika cinta ditumbuhkan, perbedaan yang ada di Indonesia akan sirna dengan sendirinya. Rasa benci, caci maki, dan lainnya akan musnah jika masyarakat mengutamakan cinta.

“Kalau bangsa kita ini penuh cinta, tawuran saja tidak ada, apalagi saling bermusuhan,” ungkapnya. (J02/A01)

Komentar