Jurnalpantura.id, Kudus – Kampung Budaya Piji Wetan menggelar Pameran Residensi bertajuk Tapa Ngeli: Muria, Santri, Kretek di Desa Lau, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus.
Pameran ini terbuka untuk umum mulai Senin hingga Sabtu, 21–26 April 2025, dan menampilkan 15 karya seniman dari berbagai wilayah di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Bertempat di ruang terbuka bernama Folktarium Muria, pameran ini mengajak pengunjung menyelami kembali narasi rakyat yang tumbuh di kawasan Lereng Muria.
Karya-karya yang dipamerkan merupakan hasil dari program residensi selama dua bulan terakhir, di mana para seniman menetap dan berinteraksi langsung dengan warga Piji Wetan.
Koordinator Kampung Budaya Piji Wetan, Muchamad Zaini atau yang akrab disapa Jessy Segitiga, menyebut bahwa pameran ini merupakan kali pertama digelar di Kabupaten Kudus.
Menurutnya, Tapa Ngeli tak hanya menghadirkan karya visual, tetapi juga menjadi upaya untuk menghidupkan kembali folklore Muria dengan pendekatan kontemporer dari masing-masing seniman.
“Pameran ini tak hanya menawarkan narasi, tetapi juga menghidupkan kembali folklore di Muria melalui berbagai pendekatan dari perspektif seniman,” ujar Jessy.

Ia menambahkan, setiap sudut desa akan menjadi titik perjalanan bagi pengunjung untuk menyelami sejarah, mitos, legenda, hingga dongeng yang berkembang di masyarakat.
Semua cerita rakyat yang pernah hidup dalam ingatan kolektif warga akan divisualisasikan melalui karya dan pertunjukan di Folktarium Muria, membentuk sebuah pengalaman seni yang imersif dan mendalam.
“Kita ingin membuka jalan baru, di mana seni menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan Muria,” tuturnya.
Kurator Pameran Residensi Tapa Ngeli, Karen Hardini, menjelaskan bahwa pameran ini menjadi titik temu penting antara seniman dan kolektif seni dari berbagai kota di Jawa Tengah dan DIY.
Mereka adalah A.O.D.H, Budi Kusriyanto, Divasio Putra Suryawan (Dipo), Febri Anugerah, Feri Arifianto, Fitri DK, Medialegal, Jaladara Collectiva, Kolektif Arungkala, Kolektif Matrahita, Kudus Street Art (KSA), Lembana Artgroecosystem, Mellshana, MIVUBI X Marten Bayuaji, dan Umar Farq.
“Mereka menyelami Kudus sejak Februari lalu, dan menghadirkan karya yang melihat Kudus sebagai subjek budaya, sementara seniman menjadi medianya,” ujar Karen.
Menurut Karen, Tapa Ngeli merupakan bagian penting dalam membentuk Folktarium Muria sebagai ruang narasi baru. Ia berharap pameran ini menjadi medium untuk memperpanjang jalinan akar budaya masyarakat Muria-Kudus.
“Pameran ini melengkapi potongan besar Folktarium Muria dalam menarasikan ulang cerita rakyat, menjaga identitas, dan merawat kebudayaan yang telah diwariskan,” pungkasnya. (J05/A01)