Jurnalpantura.id, Kudus – Kesehatan tubuh adalah aset utama untuk menjalani aktivitas sehari-hari, terutama bagi kelompok usia produktif yang mayoritas menghabiskan waktu untuk bekerja.
Meskipun menjaga kesehatan melalui gaya hidup sehat, tak jarang seseorang tetap terjangkit penyakit, salah satunya adalah tuberkulosis (TBC).
Penyakit menular ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan biasanya menyerang paru-paru, meski dapat menyerang organ tubuh lainnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Kudus, dr. Andini Aridewi, menjelaskan bahwa TBC bisa menular melalui udara ketika seseorang yang terinfeksi batuk atau bersin.
Gejala TBC, menurut dr. Andini, dapat mencakup batuk berkepanjangan, batuk yang tidak sembuh meski sudah diobati, batuk berdarah, keringat dingin pada malam hari, dan penurunan berat badan yang signifikan.
“Diagnosis pastinya dilakukan dengan pemeriksaan dahak melalui Tes Cepat Molekular atau TCM,” ujar dr. Andini dalam kesempatan terpisah.
Untuk mencegah penularan penyakit TBC, dr. Andini mengingatkan masyarakat untuk menjaga kebersihan diri, seperti memakai masker, tidak berganti-ganti alat makan, serta mencukupi asupan gizi yang kaya akan protein.
Bagi mereka yang sudah merasakan gejala TBC, disarankan untuk lebih bijak dalam menerapkan etika batuk, seperti menutup hidung dan mulut, mencuci tangan secara rutin, serta memakai masker untuk menghindari penyebaran bakteri.
“Karena penularan TBC mirip dengan COVID-19 yang menyebar lewat droplet, maka etika yang diterapkan untuk pencegahan COVID-19 juga berlaku untuk TBC,” tandas dr. Andini.
Penggunaan masker dan menjaga jarak adalah langkah penting untuk memutus mata rantai penularan.
Berdasarkan data yang diperoleh DKK Kudus, kelompok usia produktif, yaitu antara 15 hingga 64 tahun, menjadi yang paling banyak terjangkit TBC di Kabupaten Kudus.
Namun, tidak hanya orang dewasa, anak-anak di bawah usia 15 tahun juga berisiko tertular, terutama bila ada anggota keluarga yang terinfeksi.
“Penularan TBC bisa terjadi di keluarga atau tempat kerja, sehingga penting dilakukan investigasi kontak erat untuk memutuskan penyebarannya,” tambah dr. Andini.
Untuk menanggulangi masalah ini, DKK Kudus terus menggencarkan upaya penemuan kasus TBC melalui program Active Case Finding (ACF) atau kegiatan untuk mendeteksi kasus TBC aktif sebanyak mungkin.
Program ini bertujuan untuk mendeteksi sebanyak mungkin kasus TBC aktif, baik melalui pemeriksaan pasien yang datang berobat, maupun dengan penelusuran aktif seperti mendatangi tempat kerja atau rumah keluarga yang berisiko tinggi.
“Jangan sampai terjadi fenomena gunung es, di mana banyak kasus yang tidak terdeteksi,” ungkap dr. Andini.
Saat ini, DKK Kudus telah menyiapkan tujuh alat Tes Cepat Molekular (TCM) yang tersebar di lima puskesmas dan RSUD dr. Loekmono Hadi. Alat ini sangat penting dalam memastikan adanya infeksi TBC melalui tes dahak.
“Alat TCM sudah tersedia di RSUD dr. Loekmono Hadi dan beberapa puskesmas seperti di Gribig, Jekulo, Rejosari, dan Kaliwungu, serta di Labkesda,” jelas dr. Andini.
Pihaknya juga mengimbau masyarakat untuk tidak ragu melakukan pemeriksaan TCM jika merasakan gejala TBC. Pemeriksaan dini sangat penting untuk mencegah penyebaran lebih luas dan untuk mendapatkan penanganan yang tepat. (J05/A01)