Jurnalpantura.id, Kudus – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Kudus terus memfokuskan perhatian pada pengembangan sektor ekonomi kreatif (ekraf) di Kota Kretek.
Ada empat sektor unggulan ekraf yang terus diberdayakan, yaitu kuliner, fashion, kriya, dan seni pertunjukan.
Melalui pengawalan dan pembinaan yang intensif, Disbudpar berharap ekraf di Kudus dapat berkembang pesat dan berdaya saing, baik di tingkat nasional maupun internasional.
“Kemarin dari data yang masuk, ternyata banyak pelaku seni musik di Kudus, mulai dari musik pop, tradisional, hingga dangdut,” ungkap Kasi Promosi Wisata Disbudpar Kudus, Esti Aristiana, pada Sabtu, 15/2/2025.
Dalam rangka mendukung pengembangan ekraf, Disbudpar Kudus telah mendata sekitar 500 pelaku ekonomi kreatif di Kabupaten Kudus.
Para pelaku ekraf ini tersebar di berbagai sektor dan produk kreatif, mulai dari seni pertunjukan hingga produk kerajinan tangan.
Untuk itu, Disbudpar Kudus gencar mengadakan berbagai kegiatan pembinaan guna meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) yang terlibat dalam ekraf.
“Pembinaan SDM di bidang ekraf adalah kunci untuk mengoptimalkan potensi yang ada. Kami memiliki peran besar dalam meningkatkan kapasitas SDM agar mereka bisa memanfaatkan potensi ekraf secara maksimal,” tambah Esti.
Produk ekraf yang dihasilkan di Kudus cukup beragam. Beberapa di antaranya adalah kerajinan tangan berbahan dasar pandan, bordir, kopi Muria, jenang, hingga berbagai jajanan hasil UMKM dan produk berbasis hasil bumi.
Esti berharap melalui pembinaan yang dilakukan, produk kopi Muria dan produk kreatif lainnya bisa bersaing di tingkat nasional dan internasional.
Pembinaan yang terfokus pada kualitas produk dan peningkatan pemasaran menjadi salah satu kunci agar produk ekraf Kudus dikenal lebih luas.
Pelaku ekraf di Kudus pun memiliki cerita sukses. Edi Purwanto, misalnya, telah menekuni pembuatan boneka lilit sejak 2016.
Boneka lilit karya Edi kini menjadi salah satu produk khas yang dikenal di Desa Wisata Jurang, Kecamatan Gebog, Kudus. Bahkan, produk boneka lilit ini sudah menembus pasar Jepang dan sering mengikuti pameran berskala nasional.
“Boneka lilit ini terbuat dari limbah kertas papir rokok yang dikreasikan menjadi boneka, sebuah ide yang lahir dari keinginan untuk mengolah limbah menjadi karya bernilai tinggi,” ujar Edi.
Inovasi Edi Purwanto menunjukkan bagaimana potensi ekraf di Kudus dapat dimaksimalkan dengan memanfaatkan bahan lokal dan ide kreatif.
Dengan dukungan dari Disbudpar Kudus, diharapkan produk-produk ekraf seperti boneka lilit dapat lebih dikenal luas dan membawa dampak ekonomi positif bagi masyarakat setempat. (J05/A01)