Jurnalpantura.id, Kudus – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kudus menegaskan bahwa Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) harus menjadi wadah nyata dalam upaya mitigasi bencana.
Hal ini disampaikan dalam acara sosialisasi dan pembentukan kembali FPRB Kudus Tahun 2025 yang digelar di Aula Muria BPBD Kudus, Rabu (12/2/2025).
Kepala Pelaksana BPBD Kudus, Mundir, menjelaskan bahwa FPRB di Kudus sebenarnya telah terbentuk sebelumnya, tetapi mengalami perubahan kepengurusan. Hal ini terjadi karena ketua sebelumnya berasal dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), yang kini mengalami pergantian kepemimpinan, sehingga perlu dilakukan penyesuaian ulang.
“Forum ini memang sudah ada, namun karena ada perubahan kepengurusan di APINDO, perlu dilakukan pembentukan ulang serta pengenalan kepengurusan yang baru,” ujar Mundir.
Ia menegaskan bahwa tujuan utama FPRB adalah mengurangi risiko bencana dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat, mulai dari pemerintah, pengusaha, akademisi, media, hingga masyarakat umum.
“Sebagaimana namanya, ini adalah forum pengurangan risiko bencana. Semua unsur harus terlibat—pemerintah, pengusaha, akademisi, media, hingga masyarakat. Semua elemen dalam pentahelix ada di dalamnya,” tambahnya.
Acara ini dihadiri oleh berbagai organisasi yang bergerak di bidang kebencanaan, seperti Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), akademisi dari Universitas Cendikia Utama, Palang Merah Indonesia (PMI), Ikatan Bidan Indonesia, LPBI, MDMC, serta organisasi relawan kebencanaan lainnya.
Dalam kesempatan tersebut, Mundir juga menjelaskan bahwa FPRB memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan program Desa Tangguh Bencana, karena beroperasi di tingkat kabupaten dan melibatkan berbagai organisasi.
“Kalau Desa Tangguh Bencana lebih fokus pada tingkat desa, sedangkan FPRB ini cakupannya kabupaten dan anggotanya berasal dari organisasi yang ada di tingkat kabupaten,” jelasnya.
Ia berharap forum ini tidak hanya menjadi wadah diskusi, tetapi juga mampu menghasilkan program kerja yang realistis dan dapat dilaksanakan dengan anggaran yang tersedia.
“Jangan sampai program kerja ini memberatkan semua pihak. Mulai dari sebelum bencana, saat bencana, hingga pasca bencana, semua harus bisa bekerja sama dan saling mengisi,” tegas Mundir.
Dalam sesi diskusi, Mundir juga menyoroti tantangan mitigasi bencana di Kudus, terutama terkait banjir akibat pendangkalan sungai dan penyumbatan drainase. Ia mencontohkan bahwa keberadaan kolam retensi di Jati seluas lima hektare telah terbukti efektif dalam mengurangi risiko banjir.
“Kolam retensi di Jati ini dampaknya besar sekali, bisa mengurangi banjir dalam waktu cepat. Selain itu, kita juga terus melakukan kegiatan pembersihan sungai dan drainase untuk mencegah genangan,” ungkapnya.
BPBD Kudus berharap dengan adanya FPRB ini, kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana semakin meningkat, serta sinergi antar pihak dapat memperkuat sistem mitigasi dan respons bencana di Kabupaten Kudus. (J02/A01)