Jurnalpantura.id, Kudus – Muhammad Zaenudin, pria 29 tahun yang tangan kirinya terenggut akibat kecelakaan kerja setahun silam ini terus semangat untuk berkarya. Kendati miniatur dari bambu buatannya masih sepi pembeli.
Diakui Udin, sapaan akrabnya, usaha miniatur yang dirintisnya setahun lalu itu tidak bisa berkembang karena keterbatasan pemasaran. Untuk pemasaran hasil kerajinannya, selama Udin hanya mengandalkan promosi dari mulut ke mulut. Keterbatasan teknologi, membuatnya tidak bisa memasarkan hasta karyanya secara maksimal.
“Dari tetanga dan teman-teman banyak yang meminta saya untuk memasarkan secara online. Sebenarnya saya juga pengen memasarkan seperti itu. Hanya saja, saya tida memiliki ponsel android. Sehingga untuk pemasaran saat ini memang murni dari bantuan tetangga dan teman-teman,” ujar dia.
Soal proses produksi, Udin mengatakan jika dirinya tidak mengalami permasalahan dalam pembuatan miniatur. Dengan menggunakan kedua kaki dan tangan kanannya, ayah dengan satu orang anak ini memotong bambu hingga menjadi kecil dan tipis. Untuk kemudian dirangkainya menjadi sebuah miniatur dengan detail yang indah.
Guna mempercantik penampilan miniatur buatannya, Udin melapisinya dengan plitur, agar kerajinan buatannya terlihat lebih natural dan artistik. Kerajinan seperti miniatur rumah, masjid, kapal dan sepeda motor buatannya hanya dibandrol dengan harga Rp. 100 ribu – 300 ribu saja. Menyesuaikan dengan ukuran dan tingkat kerumitan pengerjaannya. Untuk proses pengerjaannya, dia mengku bisa menyelesaikan satu miniatur rumah dengan ukuran besar dalam waktu empat hari hingga satu minggu.
“Proses pembuatannya saya lakukan setiap hari. Misalnya saya mau buat miniatur rumah, maka setiap harinya saya akan mengerjakannya hingga selesai. Setelah jadi, biasanya saya pasarkan miniatur tersebut ke teman atau tetangga yang main ke rumah. Dari merekalah miniatur ini dipasarkan keluar,” paparnya.
Meskipun penghasilan yang didapat dari usaha ini tidak seberapa. Akan tetapi dia bersyukur jika keterbatasan yang dimilikinya tidak menghalangi Udin untuk tetap memberikan nafkah untuk anak dan istrinya.
Karsimin, teman dalam komunitas Forum Komunikasi Difabel Kudus (FKDK) yang ditemui media ini di kediaman Udin di Desa Tergo, Kecamatan Dawe itu berharap jika ada uluran tangan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus ataupun personal untuk membatu rekannya dalam memasarkan hasil kerajinannya.
“Saya mengakui kerajinan yang dibuat oleh Udin detail, berkualitas dan harganya juga terjangkau. Sangat disayangkan jika kerajinan potensial seperti ini tidak berkembang hanya karena kesulitan pemasaran. Dengan bantuan pemasaran dari Pemkab atau personal, saya berharap usaha ini dapat lebih berkembang,”pungkasnya. (J15/A02)