Perluasan Lahan Gagal, TPA Tanjungrejo Overload

Lingkungan114 Dilihat

Jurnalpantura.id, Kudus – Rencana perluasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tanjungrejo, Jekulo gagal tahun ini.

Semula perluasan dialokasikan senilai 5,5 miliyar menggunakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Namun berdasarkan perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.07/2020 dana itu hanya boleh digunakan untuk prioritas tertentu, seperti pelatihan bagi buruh pabrik rokok. Sehingga tak bisa digunakan.

Sekertaris Dinas PKPLH Kudus Rofiatun menyebut perluasan TPA penting karena kondisinya overload. Sebab setiap hari 130 ton sampah masuk ke tempat pembuangan sampah itu.

Bahkan tumpukan sampah di TPA Tanjungrejo mencapai 20-30 meter.

“Sehingga tempat penampungan itu kewalahan. Padahal luanya sudah 5,6 hektare,” terangnya.

Untuk itu pihaknya sudah mengajukan anggaran senilai 5,5 guna perluasan TPA pada APBD 2021, yang akan digunakan untuk menambah areal TPA seluas 1,8 hektare di areal yang sama.

“Karena memang tidak bisa membangun TPA baru lagi. Sebab banyak persyaratan dan izin lingkungan kalau buat baru. Rencananya perluasan akan diarahkan ke sebelah barat,” jelasnya

Sayang dari pemkab mengalokasikan dana itu dari DBHCHT. Sementara dari peraturan terbaru DBHCHT memiliki peruntukan khusus. Sehingga tak bisa dianggarkan untuk pembangunan perluasan TPA Tanjungrejo. Akhirnya upaya perluasan itu batal.

Untuk itu pihaknya akan kembali mengajukan upaya perluasan TPA untuk APBD 2022.

“Semoga nanti bisa dianggarkan dari pemkab. Karena ini menyangkut pelayanan dan urusan publik. Sekaligus soal lingkungan,” terangnya.

Sementara untuk meminimalisasi jumlah sampah yang masuk pihaknya menerapkan program bank sampah unit desa. Yakni membayar sampah dengan sampah. Setiap rumah tangga disosialisasi agar mengumpulkan sampah rumah tangga. Dipilah dan dikumpulkan berdasarkan jenisnya. Seperti sampah plastic hingga organik.

Dari hasil itu akan diambil pihak PKPLH untuk diolah dengan melibatkan pihak lain. Seperti pembuatan eco enzim hingga pupuk organik. Dari hasil yang dikumpulkan warga kemudian ditimbang dan dinominalkan.

Nominal itulah yang kemudian bisa digunakan membayar retribusi sampah. Sebab sumber utama sampah dari rumah tangga.

“Maka kami harus memangkasnya di situ. Sehingga yang terbuang ke TPA benar-benar residu yang tak bisa dimanfaatkan,” pungkasnya. (J02/A01)

Komentar