Jurnalpantura.id, Kudus – Kuasa hukum ahli waris KH Chalimi resmi melaporkan delapan akun media sosial ke Polres Kudus atas dugaan pencemaran nama baik, penyebaran berita bohong, dan provokasi terkait polemik tanah wakaf Pondok Pesantren (Ponpes) Al Chalimi.
Kedelapan akun media sosial diajukan berdasarkan pelanggaran Pasal 27, Pasal 28 Ayat 3, dan Pasal 45 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Laporan ini dilayangkan pada Selasa (26/11/2024), menyusul maraknya unggahan yang dinilai mencoreng nama baik ahli waris KH Chalimi serta memicu keresahan di masyarakat.
“Kami melaporkan delapan akun media sosial di TikTok, Facebook, dan Instagram yang telah melanggar UU ITE. Akun-akun tersebut menyebarkan berita bohong dan memprovokasi publik terkait tanah wakaf Al Chalimi,” ujar Solikhin, salah satu kuasa hukum ahli waris.
Akun-akun yang dilaporkan meliputi:
- TikTok: @gusjigang2112
- Instagram: @lampu.aklirik.kudus dan Facebook: Dayat Cha Bulung
- TikTok: @zaenalar5256
- TikTok: @machdafbabyandkids
- TikTok: chacha.92 dan Instagram: @cinta.merpati.737
- TikTok: @ctvonlinespesialist
- TikTok: @suara.santri90
- TikTok: @mimiraf123 dan Facebook: Uswah Allubabah
Dugaan Pelanggaran
Laporan didasari beberapa poin utama, diantaranya Penyebaran Berita Bohong: Menuduh adanya kriminalisasi terhadap kiai dan ustaz, Provokasi Aksi Massa: Mengajak demo dengan mengerahkan massa, termasuk santri dari berbagai daerah, sehingga menghambat proses hukum,
Kemudian Pencemaran Nama Baik: Terkait sejarah pendirian pesantren, siapa pewakaf, serta posisi Saudara Ahmadi sebagai pengasuh Ponpes, Manipulasi Informasi: Menyebarkan narasi bahwa tanah wakaf diminta kembali oleh ahli waris, yang terbukti tidak benar dan terakhir Penggiringan Opini Publik: Menggunakan propaganda untuk memengaruhi proses hukum dan melemahkan aparat penegak hukum.
“Fakta sebenarnya, pewakaf tanah tersebut hingga saat ini masih hidup. Wakaf itu bukan dari KH Chalimi, karena beliau wafat pada 1989, sedangkan Ponpes Al Chalimi berdiri pada 2002. Narasi yang dibuat akun-akun tersebut jelas keliru dan menyesatkan publik,” tegas Solikhin.
“Dari situ, ada upaya dengan sengaja menghambat proses penegakan hukum yang sedang berjalan,” ujar Solikhin.
Proses Hukum Berjalan
Selain laporan pencemaran nama baik, kuasa hukum juga telah melaporkan kasus lain terkait polemik ini, seperti eksploitasi anak, pencurian, dan penggelapan jabatan.
Beberapa kasus sudah naik ke tahap penyidikan di Kejaksaan Negeri Kudus, termasuk kasus eksploitasi anak yang telah menetapkan tersangka.
“Proses hukum sedang berjalan. Kasus eksploitasi anak sudah ada tersangka, sementara kasus lainnya sudah naik ke tahap penyidikan. Sebanyak 15 saksi telah diperiksa. Kami berharap aparat penegak hukum dapat bertindak tegas dan adil dalam menyelesaikan kasus ini,” pungkas Solikhin. (J06/A01)