JURNALPANTURA.COM, Kendal – Kedatangan 85 nelayan asal Kendal yang terlibat konflik di Mimika Papua disambut langsung Bupati Kendal dr Mirna Annisa MSi di Bandara Ahmad Yani Semarang Minggu 20 Agustus 2017. Mereka menumpang pesawat Hercules A-1328 milik TNI Angkatan Udara (AU) RI bersama 22 nelayan dari daerah lain yang mendarat pukul 14.10 WIB.
Mirna menyatakan sangat prihatin dengan musibah yang dialami para nelayan Kendal. Karena itu, ia bersama jajaran forum komunikasi pemimpin daerah (Forkompimda) di Kendal, yakni Dandim 0715 dan Kapolres Kendal, serta dari Pemerintah Provinsi Jateng dan DPRD Jateng melakukan koordinasi untuk melakukan penjemputan.
Ia mengaku mendapatkan kabar dari Kerukunan Keluarga Jawa Bersatu (KKJB) di Distrik Wania, Mimika Timur, Papua, jika ada warga Kendal yang tidak bisa kembali ke kampung halaman lantaran terlibat konflik dengan nelayan setempat. Kurang lebih ada 135 nelayan, di mana 105 di antaranya adalah nelayan asal Kendal.
“Katanya ada ratusan nelayan Kendal yang tidak bisa pulang karena adanya larangan melaut di perairan Mimika. Kami kemudian berkoordinasi dengan Kodim dan Pemprov Jateng. Hasilnya, kami bisa memulangkan para nelayan dengan pesawat Hercules ini,” tuturnya, kemarin (20/8).
Ia berharap para nelayan tersebut sementara waktu bekerja atau melaut di Kendal. Jika ingin kembali ke Mimika, tunggu sampai ada waktu kesepakatan antara pemerintah dengan nelayan adat Mimika.
Dari Bandara Ahmad Yani, para nelayan diangkut ke Kendal menggunakan dua unit bus. Setelah transit di sebuah rumah makan, mereka dibawa ke Asrama Haji Kompleks Gedung Islamic Center Kelurahan Bugangin Kecamatan Kota Kendal.
“Sebelum dikembalikan ke keluarganya, Tim Kesehatan Pemkab Kendal akan melakukan tes kesehatan untuk memastikan terbebas dari penyakit menular terutama malaria ataupun lainnya. Jika ada yang terkena akan kita obati di RSUD dr H Soewondo, setelah sembuh akan dikembalikan ke keluarganya,” tutur Sekda Kabupaten Kendal Ir Bambang Dwiyono MT.
Sunar, 46, salah satu nelayan asal Rowosari mengatakan, jika dirinya tidak bisa bekerja selama sebulan lebih sejak adanya konflik dengan nelayan Mimika.
“Sejak datang pertama ke Mimika, kami sudah tidak bisa bekerja. Kami sempat ditahan oleh nelayan setempat, dan akhirnya dibebaskan dan tinggal di Sekretariat KKJB. Kami sangat berterima kasih kepada Ibu Bupati Kendal,” katanya.
Ia mengaku tidak tahu lagi nasibnya, jika Pemkab Kendal maupun Bupati Kendal tidak menjemput para nelayan di sana. “Kami sempat ditahan, ditodong menggunakan tombak. Sampai kami ketakutan di sana. Beruntung kami masih bisa pulang dengan selamat,” ujarnya.
Kepala Kesbangpol Kendal, Ferinando Rad Bonay, mengatakan, awalnya hanya ada 78 nelayan asal Kendal yang mau dipulangkan, tapi karena ada kericuhan lagi jumlahnya bertambah menjadi 85 orang. Dari 116 nelayan yang dipulangkan menggunakan pesawat Hercules, selain Kendal sisanya nelayan dari Tegal, Brebes, Pemalang, Pekalongan Kota Semarang, Demak dan Pati. Sedangkan yang dari Batang tidak dapat terangkut karena kapasitas pesawat terbatas.
“Konflik di Mimika bukan konflik SARA atau suku, agama ras, antar golongan, melainkan konflik ekonomi perebutan daerah perairan pencarian ikan. Para nelayan setempat tidak suka jika nelayan di luar Mimika mencari ikan dengan cara modern yang hasilnya lebih banyak. Kemudian para nelayan itu mengadu ke pemkab setempat dan berharap bantuan kapal serupa, namun karena belum teranggarkan belum bisa direalisasikan,” tuturnya.(J02)
Komentar