Jurnalpantura.id, Kudus,- Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) Kabupaten Kudus terus mensosialisasikan pengawasan partisipatif pada masyarakat dari berbagai kalangan. Sehingga akan diperoleh informasi tercepat apabila terjadi dugaan pelanggaran pada pemilu legislatif dan presiden-wapres 2019 mendatang.
Hal ini disampaikan M Rifan, Kordiv Pengawasan dan Hubungan antar Lembaga (PHL) Komisioner Bawaslu Kudus, Selasa (2/10) saat menjadi narasumber acara “ Sosialisasi pengawasan partisipatif pada pilleg dan pilpres 2019” di wilayah Kecamatan Jekulo.
Undangan kegiatan ini adalah para siswa SMA/MA, Karangtaruna, IPNU-IPPNU dan Ansor.
“ Pak, kami ini masih pelajar. Tadi dikatakan kalau pelapor pelanggaran pemilu ada warga yang sudah punya hak pilih. Apakah kami tidak boleh melapor ? ,” tanya Ahmad Ruhani, pelajar dari SMK Maarif II Jekulo.
“Bagaimana kalau ada seseorang membantu pembangunan masjid, kemudian dia meminta pada pengurusnya untuk mempengaruhi para jamaahnya agar memilih jadi anggota legislatif ?,” tanya Astri Riyanti, pelajar MA Nurul Ulum Jekulo.
Menanggapi hal ini, Rifan mengungkapkan bahwa kampanye di rumah ibadah dilarang. Selain itu, tempat terlarang lainnya adalah sekolah dan kantor-kantor pemerintah.
“ Jadi kalau misalnya ada guru yang mencalonkan diri sebagai Caleg kemudian membagikan stiker ke para siswa, harus segera diingatkan. Jangan sampai juga para siswa memasang stiker gambar caleg di laptopnya. Kami dari Bawaslu Kudus sudah pernah melakukan teguran waktu pilkada kemarin.
Ada salahsatu timses calon yang memasang stiker di kantor balai desa. Ini kita minta untuk segera dicopot. Jadi kami tegas kalau sudah melakukan penindakan apabila sudah terjadi. Namun, kami lebih mengutamakan pencegahan. Caranya , ya dengan mengingatkan ,” terang Rifan.
Sedangkan terkait dengan siswa yang melihat pelanggaran saat kampanye atau pelaksanaan pemilu, tetap boleh melaporkan. Sebab semua masyarakat memiliki hak untuk melaporkan dugaan pelanggaran kampanye dan pemilu. Namun, seperti yang diterangkan sebelumnya bahwa sesuai aturan pelapor adalah warga yang sudah memiliki hak pilih.
“ Nah, kalau yang melaporkan adalah pelajar, maka nanti statusnya menjadi informasi awal kemudian menjadi temuan dari pengawas pemilu. Apabila melapornya ke Pengawas Desa ya jadi temuan pengawas desa. Kalau melapornya ke Panwas Kecamatan, ya jadi temuan Panwas Kecamatan. Oleh karena itu, kita lakukan kegiatan ini adalah untuk mengajak semua warga berpartisipasi dalam pengawasan pemilu legislatif dan pilpres 2019 mendatang ,” jelasnya.
Ditambahkan, para pelajar dan aktifis organisasi pemuda bisa melakukan pengawasan pada khotbah-khotbah di masjid yang isinya mengajak warga memilih caleg atau capres tertentu. Sebab, masjid merupakan tempat terlarang untuk kampanye.
Undangan yang merupakan generasi milineal dan akrab dengan media sosial ini juga diajak untuk melakukan pengawasan melalui jejaring sosial seperti facebook, instagram , twitter dan lainnya.
“ Terutama adalah apabila ada PNS, TNI-Polri serta penyelenggara pemilu me-like status caleg. Bahkan kalau menemukan penyelenggara pemilu seperti PPS dan PPK foto bareng dengan caleg, silahkan laporkan ke Panwas Desa atau Panwas Kecamatan. Kami akan menindaklanjutinya ,” tukas pria yang juga guru ngaji tersebut.
Khusus pada pelaksanaan pemilu, Rifan berpesan agar melakukan pengawasan supaya tidak ada warga yang melakukan pencoblosan lebih dari satu kali. Sebab hal ini sudah termasuk dalam kategori pelanggaran pidana. Selain itu, apabila ada perusahaan yang tidak mengijinkan karyawannya untuk berpartisikasi pada pemilu juga terancam dengan hukuman.
“ Untuk pencoblos lebih dari satu kali, ancamanya hukumannya 36 bulan atau 3 tahun. Ini mungkin dilakukan oleh orang-orang yang mendapatkan iming-iming tertentu sehingga nekad. Oleh karena itu, sekali lagi kami berharap peran partisipatif dari semua masyarakat untuk melakukan pengawasan pelaksanaan pemilu. Mulai dari kampanye sampai pencoblosan ,” tandasnya. (J-09)
Komentar