TEGANG. Para Kepala Desa saat berdialog dengan KPU dalan suasana tensi tinggi di teras GOR Wergu Wetan, selasa kemarin. |
JurnalPantura.com, Kudus,- Kejadian aksi boikot dari para kepala desa yang tergabung dalam PPKD ( Paguyuban Persaudaraan Kepala Desa) Kabupaten dengan KPU Kudus terus menggelinding. Hal ini terlihat dari status-status para kepala desa di akun media sosial masing-masing.
Pada akun Kiswo Kiswo, selaku Ketua PPKD, menulis “ KPU itu independen, Tapi tidak serta merta mengenyahkan kepala desa”. Status ini banyak langsung respon terutama dari jajaran anggota PPKD.
Misalnya dari Edy Pranoto : Dari awal panitia KPU sdh kami jelaskan,..kami datang selesai rapat BPJS itu menghargai KPU…tp dgn seenaknya panitia menjawab sambil makan….tanpa ada etika yg baik…maaf kami datang itu bukan minta uang 50.000/ sofner payung.
Kemudian dari akun Alex Fahmi : Tidak ada kewajiban kades nuruti kemauan KPU. KPU bukan atasan kades yg bisa seenaknya & semaunya memperlakukan kades. Kalo KPU gak becus kerja mundur saja.
Daripada nanti bermasalah terus.
Daripada nanti bermasalah terus.
Penampakan aku medsos dari Kiswo, Ketua PPKB Kabupaten Kudus. |
Kementar lebih galak dilontarkan dari akun Mochamad Arifin ; kita gk usah cawe2 kesuksesan pilkada, biar kpu sendiri yg urus…..kita punya harga diri dengan seragam kita yg pake simbol garuda…..
BOIKOT!!!!!!!!!!!!!!!!!
Namun ada netizen yang isinya mengingatkan. Seperi dari akun Ali Bustomi : Kalau persoalan sepele seperti itu ada gerakan boikot pilkada jelas itu mboten sikap yang bijaksana..protes boleh tapi apakah harus mengorbankan kepentingan yang lebih besar?
Tak lama kemudian, saran ini mendapatkan tanggapan dari Edy Pranoto: KPU tdk butuh kades tdk apa… monggo SK sekertariatan PPS kita cabut… biar sekalian dibuat sendiri KPU.
Akun Mochamad Arifin menambahkan : kita membuat stadmen ini adalah termasuk sikap peotes kita….tp klo kpu tdk ada tindaklanjut ya apa boleh buat, kita bukan bawahan kpu bukan berarti kita bisa dilecehkan seenaknya sendiri..
Lalu dibalas akun Edy Pranoto Dikira kades ngemes uang RP 50.000/payung. sumpah jan nggilani tenan panitiane….
Unggahan status disertai foto potongan koran dari akun milik Edy Pranoto, Kepala Desa Undaan Lor. |
Sementara Kades Undaan Lor pada akun media sosialnya menulis “KPU Butuh belajar lagi” dilengkapkan potongan berita dari koran terkait peristiwa kemarin.
Status ini mendapat respon dari akun Awang Indra Kusuma : Di Edy Pranoto, upomo njaluk maaf mbok maafno tah ora.
Langsung dijawab Edy Pranoto : Ini bukan hanya urusan minta maaf/tidak dimaafkan. Ini menyangkut profesional kerja KPU.. harusnya KPU sinergi dgn pemdes, terkecuali KPU sdh mampu jln sendiri tanpa pemdes.
Akun Teguh Santoso merespon : Sepertinya ini memang salah faham, jalan keluarnya adalah komunikasi, samakan frekwensi dulu biar ndak salah sambung. Jgn sampai kriwikan dadi grojogan.
Seperti diberitakan JurnalPantura.com sebelumnya, acara konsolidasi penyelenggaran pemilihan gubernur dan wakil gubernur jawa tengah dan pemilihan bupati wakil bupati kudus 2018, dengan tema “Penyelenggara Berintegritas, Pemilu berkualitas” sedikit tercoreng dengan aksi boikot belasan Kepala Desa. Mereka beramai-ramai tidak masuk ke ruangan dan memilih meninggalkan lokasi GOR Wergu Wetan, Selasa (19/12) siang.
Peristiwa terjadi usai Sekda Noor Yasin berpamitan meninggalkan lokasi dan dilanjutkan paparan dari Kodim Kudus yang diwakili Kapten Sagimin, Kasdim Kudus. Terdengar sedikit kegaduhan di teras GOR Wergu Wetan. Pasalnya, puluhan kepala desa tidak bisa masuk ke dalam ruangan acara konsolidasi. Sebab, buku absen sebagai tanda bukti kehadiran tamu undangan sudah ditutup oleh staff KPU yang bertugas menerima tamu.
“ Kami datang siang karena sebelumnya ada acara di hotel Gripta. Tetapi kita tetap kesini karena untuk menghormati pak Sekda. Ternyata mendapat perlakuan seperti ini ,” protes salahsatu kepala desa.
Beberapa saat terjadi adu argumen antara para kepala desa dan staf KPU. Kondisi sedikit mereda dengan kehadiran Ketua KPU Moch Hanafi.
“ Kami ini berseragam resmi, ada lambang ini (garuda di dada). Masak tidak tahu kalau kami ini kepala desa. Kami tidak minat dengan payungnya, nanti kalau diberi akan kita kasihkan ke tukang parkir. Kami juga tidak minta uang saku Rp 100 ribu itu. Kami hanya ingin bisa absen, sebagai bukti kehadiran ,” tukas kades lainnya.
Mendengar hal ini, Moch Hanafi berupaya untuk menengahi.
“ Mohon maaf ini hanya miskomunikasi saja ,” kata Hanafi di teras GOR.
Namun upaya ini nampaknya tidak mampu meredakan emosi para Kepala Desa tersebut.
“ Kami memang tidak selevel dengan KPU Kabupaten. Tapi ingat, pertama kami ini datang karena diundang. Yang kedua, harus diingat bahwa struktur KPU di bawah ada PPS yang keberadaannya sama dengan kami. Bagaimana kalau mereka diperlakukan seperti ini. Tidak dihargai sama sekali ,” tukas seorang kades dari arah samping.
“ Sudah tidak ada gunanya kita masuk. Mari kita pulang saja ,” tegasnya yang diikuti para kepala desa meninggalkan lokasi acara. (J09).
Komentar