Jurnalpantura.id, Kudus – Pemasangan alat peraga kampanye (APK) yang dilakukan calon anggota legislatif (caleg) tidak terlalu efektif. Karena dalam kertas suara, caleg DPRD dan DPR RI hanya tertulis nomor dan nama saja. Untuk itu, lebih efektif melakukan kampanye dengan rapat terbatas karena bisa berinteraksi langsung dengan masyarakat.
Artinya, caleg bisa mendengarkan langsunga spirasi masyarakat dan masyarakat bisa melihat apakah caleg mampu mewakilinya atau tidak. ”Justru pemasangan APK yang sembarangan justru merusak estetika,” kata Komisoner KPU Jawa Tengah Diana Ariyanti saat seminar di ruang seminar lantai IV gedung rektorat Universitas Muria Kudus (UMK) kemarin.
Kegiatan yang bekerjasama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UMK tersebut membuka wawasan mahasiswa akan pentingnya memilih. Tentunya mahasiswa harus menajdi pemiluh cerdas dan turut membantu dalam sosialisasi agar masyarakat semakin cerdas, apalagi pemilu 2018 semakin dekat, 17/04/2019.
Untuk memilih, memang tidak hanya berdasarkan APK yang dipasang, namun juga harus kritis untuk melihat latar belakang caleg dan apa yang akan dilakukan ketika menjadi wakil rakyat. ”Termasuk melihat visi misi capres-cawapres menjadi penting,” terangnya.
Untuk mengetahuinya, memang caleg harus turun untuk bertemu amsyarakat melalui rapat terbatas atau lainnya. Justru kampanye dengan rapat etrbatas dirasa lebih efektif dibanding hanya memasang APK yang dari penelitian justru tidak efektif.
Dirinya juga mengingatkan kepada mahasiswa untuk ikut berperan dalam pemilu 2019 mendatang. Bahkan jika memungkinkan bergabung sebagai petugas di tempat pemungutan suara atau kelompok panitia pemungutan suara (KPPS). ”Saat ini usia 17 tahun sudah bisa menjadi KPPS, dulu minimal usia 25 tahun, jadi mahasiswa bisa ikut serta menjadi bagian dari penyelenggara pemilu,” ujarnya.
Dia mengingatkan, bahwa pada 17/04/2019 akan ada lima surat suara yang akan dipilih. Yakni anggota DPRD kabupaten, DPRD provinsi, DPR RI, DPD, dan presiden.
Sementara itu, Wakil Rektor IV UMK Kudus Dr. Subarkah mengatakan, mahasiswa tidak boleh apatis dalam pemilu. Mahasiswa harus menyalurkan suaranya, tentunya sesuai dengan kata hatinya. ”Jangan sampai memilih secara logis, jangan memilih karen logistik (politik uang_red),”jelasnya.
Ketika berpikir semua calon jelek atau tidak cocok, maka pilihlah calon yang terbaik dari yang terburuk. Karena pemilu yang diselenggarakan merupakan salah satu proses demokrasi.
Sistem demokrasi selama ini sudah teruji dan memiliki sejarah panjang, sistem demokrasi juga paling manusiawi dan mengagungkan harkat dan martabat manusia. Selain itu demokrasi juga menjamins ecara konstitusional hak-hak warga negara atas dasar hukum dan demokrasi juga mampu mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan kelanggengan stabilitas politik.(J02/A01)