Jurnalpantura.Com, Pati – Kabupaten Pati mempunyai ragam kuliner yang bisa menandingi daerah lain. Selain sego gandhul dan soto Kemiri, ataupun petis Runting, Pati juga terkenal dengan kuliner sego tewel.
Kuliner ini hanya bisa dijumpai di daerah Pati bagian selatan, atau tepatnya di Desa Tambakromo, Kecamatan Tambakromo. Di desa itu, ada puluhan penjual nasi tewel yang berjajar di pinggir jalan. Namun dari sekian penjual, nasi tewel Mbak Yeni yang paling tekenal.
Pemilik warung ini yakni Yeni, yang berjualan sejak 1950, meneruskan usaha keluarganya. Yeni merupakan generasi ketiga, meneruskan mertua dan neneknya. Resep turun temurun inilah yang membuat sego tewel warung ini beda dengan warung-warung lain.
Menu yang disajikan pun hanya sego tewel, tak ada yang lain. Hal ini juga yang membuat warung milik Mbak Yeni itu selalu dibanjiri pembeli setiap harinya.
Bahkan hanya dalam waktu tiga jam, ratusan porsi yang disediakan langsung ludes. Padahal ia mulai buka pada pukul 15.00 WIB, dan belum sampai pukul 20.00 WIB sego tewelnya pasti sudah habis.
Dalam waktu yang singkat itu pula, Yeni mengaku sudah menyediakan 30 sd 40 kilogram beras dengan sayur tewel sebanyak 3 panci besar. Kendati begitu, nasinya itu selalu habis tak lebih pukul 20.00 WIB.
“Ini memang turun temurun. Saya termasuk generasi ketiga dari Mbah saya Menu yang saya jual juga sama dengan generasi sebelum saya,” ujar Yeni saat didatangi jurnal Pantura di warungnya, minggu 29/4/2018) malam. Walau mbak Yeni menjual nasi tewel dengan harga per porsi Rp.3000, namun dia bisa mendapatkn omzet 3.5 sampai dengan 4 juta per hari atau sekitar 100 juta -110 juta per bulan.
Ia mengatakan, sego tewel memiliki cita rasa yang asin, gurih dan pedas sesuai dengan lidah orang Pati. Meski demikian, pengunjung ternyata tak saja berasal dari Pati, tetapi juga wisatawan dari luar daerah seperti Jogja.
Saat ini, Yeni memiliki lima karyawan yang ikut membantu memasak, cuci piring, hingga melayani pembeli. Warungnya tak pernah sepi dari pengunjung.
Seorang pengunjung tengah menerima menu sego tewel yang ia pesan di warung Yeni.
Tampilan sego tewel sangatlah sederhana. Hanya nasi dan kuah tewel saja, tanpa ada lainnya. Meski demikian, kuliner ini mampu memikat pecinta kuliner. Yang ditonjolkan adalah cita rasa klasik warisan kuliner leluhur.
“Semuanya dikemas secara tradisional. Saya sengaja tidak menjual lauk selain tempe. Kalau saya jual lauk selain tempe, itu sama saja mengubah cita rasa dan konsep yang diwariskan pendahulu kami dalam menjual sego tewel,” terangnya.
Dari rasa klasik inilah yang mampu memikat banyak orang. Ariyo misalnya. Penikmat kuliner asal Kudus ini mengatakan, sensasi klasik berbalut tradisional menjadi salah satu alasan dirinya tergila-gila dengan sego tewel. Cita rasa yang gurih dan pedas dianggap menggugah selera makan.
“Di sini, semuanya serba tradisional. Nasinya hanya menggunakan sayur nangka muda atau dikenal dengan tewel. Lauknya cuma ada tempe goreng, kerupuk atau peyek. Nasinya dialasi menggunakan daun jati. Meski begitu, rasanya sangat enak. Justru nuansa tradisional itulah yang saya cari,” tuturnya.
Belum lagi, kata dia, harganya sangat terjangkau. Satu porsi saja, sego tewel dihargai dengan Rp 3 ribu. Tak ayal, satu orang dengan menu sego tewel, minuman, tempe, kerupuk atau peyek bisa dipastikan tak akan lebih dari Rp 10 ribu.
“Harganya juga murah. Meski terkadang saya harus melakukan perjalanan jauh dari Kudus menuju Desa Tambakromo yang berada di ujung Pati selatan selama setengah jam, tapi saya rela menempuhnya karena memang suka,” ujar pria yang kebetulan bekerja di koperasi SMS Kudus ini. (J02 /A01)
Komentar