Jurnalpantura.id, SEMARANG – Memperingati ulang tahun ke-25, Magelang Hash House Harriers akan menyelenggarakan Borubudur Interhash Reunion yang berlangsung di Kota Magelang dan kawasan Borobudur, 25-27 Oktober mendatang.
Diperkirakan 1.500 hasher dari 15 negara akan turut ambil bagian pada olahraga lintas alam, yang harus menelusuri track yang sudah diberi penunjuk jalan tersebut.
Negara yang sudah siap menerjunkan peserta, diantaranya Malaysia, Australia, Filipina, Cina, Jepang, Korea dan Indonesia sendiri sebagai tuan rumah.
Hash adalah jenis olahraga yg terus menggeliat di tanah air. Terus berkembang dan bertambah dgn membentuk sel atau kelompok Hash tersendiri, yg bisa terdiri dari 30an orang lebih.
Hash House Harriers adalah perkumpulan pecinta olahraga lintas alam, yg harus menelusuri track yg telah ditaburi kertas sebagai penunjuk jalan dan terkadang harus melintasi bukit, kebun, sungai dan bahkan hutan.
Semua track ini harus ditempuh dgn berlari, berjalan, merangkak bahkan berguling karena licin.
Uniknya, dalam Olahraga HASH jarang dijumpai peserta usia remaja 20an tahun, rata-rata peserta adalah usia 30-40 tahun, bahkan 50an dengan kondisi fisik yg prima.
Jelas HASH adalah olahraga yg menantang, karena selain memerlukan fisik juga dibutuhkan kerjasama tim dalam kelompok untuk mencari jalan keluar berdasarkan kertas yg telah ditaburkan para Hound.
Biasanya para Hasher membekali diri dgn air minum, senter dan.. GPS dari hape Android masing-masing agar tidak tersesat.
HASH sebenarnya berasal dari Inggris, dan berkembang pesat di Malaysia dan mulai diadopsi di Indonesia sekitar tahun 2000an.
Kita bisa menemukan banyak sekali kelompok Hash House Harriers mulai dari Jakarta, Bogor, Jogja, Bali hingga Medan, Pekanbaru bahkan Bangka Belitung.
Menurut penulis, track yg paling menantang di Indonesia adalah Bogor dan Sumatera Utara (Medan), di mana track terdapat bukit dan sungai yg sangat menanjak sehingga menguras habis stamina para Hasher.
Untuk wilayah Asia Tenggara adalah Butterworth di Penang, Malaysia dan Pattaya, Thailand.
Sebenarnya even bagi hasher yang di gelar di kawasan ini merupakan temu kangen para pecinta hash yang pernah bertemu saat kami mengadakan Borobudur Interhash tahun 2012 silam.
“Guna menyemarakkan acara reuni hasher ini, kami gelar orkestra simfoni dan red dress run,” kata Penggagas Acara Liem Chie An saat dihubungi, kemarin.
Olahraga hash di Indonesia memang tengah menggeliat. Keunikan dari lintas alam ini, peserta terkadang harus melintasi bukit, kebun, sungai dan bahkan hutan.
Semua track ini harus ditempuh dengan berlari, berjalan, merangkak bahkan berguling karena licin.
Dijelaskan dia, even yang melibatkan Kementerian Pariwisata dan Dinas Pariwisata Jateng dan Magelang tersebut, dimulai acara red dress run pada 26 Oktober dengan mengambil lokasi dari Gedung Bakorwil hingga Gedung Tri Bhakti Magelang.
Baru pada 27 Oktober dilanjutkan ke kawasan candi Borobudur,
Konseptor kegiatan Lukminto Wibowo menambahkan, misi Borobudur Interhash tak hanya berolahraga, tapi bagaimana melalui even tersebut, pihaknya menjual Borobudur sebagai destinasi wisata internasional.
Kita tak ingin turis yang datang hanya melihat candi. Tapi bagaimana mereka bisa turut menjadi agent of change dalam memandang Borobudur sebagai wisata religi, ada ritual di sana.
Sehingga ketika kembali ke negaranya, bisa melakukan gethok tular,” kata GM Event Kompas ini.
Pria yang akrab disapa Luki menyebut, dia ingin penyelenggaraan ini bisa meninggalkan kesan mendalam bagi pesertanya, seperti gelaran tahun 2012 silam.
Dia mengapreasi langkah Liem Chie An yang juga Ketua Yayasan Borobudur Marathon yang dengan getol mengangkat Borobudur. Melalui Interhash dan Marathon, Borobudur bisa kembali memiliki daya pikat di mata internasional. (J001/J002)