JURNALPANTURA.COM, Kudus-Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kudus menyebutkan ada sekitar 40 persen sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) negeri di kabupaten Kudus, yang terpaksa harus digabung atau regrouping.
Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kudus, Kasmudi, beberapa waktu lalu.
Meski demikian, pihaknya masih belum memperoleh data persis soal sekolah yang akan digabung.Karena saat ini data pastinya masih berada di unit pelayan terpadu (UPT) pendidikan di masing-masing kecamatan.
“Kami belum memperoleh data dari UPT, karena kemungkinan masih proses pendataan sekaligus validasi di lapangan,” ujar Kasmudi.
“Proses regrouping dilakukan secara bertahap. Bisa mulai dari kelas 1 saja, atau bisa langsung seluruhnya. Tegantung kesiapan sekolah,” ungkapnya.
Kasmudi menjelaskan, pelaksanaan regrouping mengacu pada Permendikbud nomor 17 tahun 2017. Dengan ketentuan setiap rombongan belajar (rombel) disekolah-sekolah perkelasnya minimal 20 siswa dan maksimal 28 siswa.
Disebutkan Kasmudi, ada beberapa pertimbangan kenapa sekolah terpaksa dilakukan regrouping. Pertama, akses masyarakat ke sekolah yang sulit sehingga diharapkan proses regrouping akan mempermudah.
Kemudian yang kedua, yaitu pertimbangan satu desa satu sekolah negeri. Dengan hanya satu SD negeri diharapkan bisa menjadi unggulan.
“Ketiga, untuk meningkatkan mutu pendidikan. Sekaligus juga lebih efektif dan efisien dengan adanya regrouping,” tukasnya.
Kasmudi mengakui, bahwa perkembangan sekolah swasta di Kudus cukup bagus. Namun, bukan berarti sekolah negeri kalah bersaing dengan swasta.
“Saya kira persoalannya bukan itu. Soal pilihan sekolah, masyarakat memiliki kebabasan untuk milih sekolah dimana,” ungkapnya.
Kasmudi menambahkan agar tidak menimbulkan gejolak pihaknya terus mensosialisasikan Permendikbud kesekolah-sekolah yang dibawah naungan Disdikpora. Total sekolah SD dikabupaten Kudus ada sebanyak 450 sedangkan SMP sebanyak 27.
Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD Kudus, Setia Budi Wibowo melihat sekolah negeri di Kudus banyak yang kesulitan mendapatkan siswa dan kalah bersaing dengan swasta. Hal itu disebabkan oleh pengelolaan sekolah yang tidak efisien dan efektif.
“Sekarang sekolah harus pinter-pinter menyusun strategi untuk menggaet siswa. Termasuk harus siap jemput bola,” ujarnya.
Bowo menyebutkan, persaingan di dunia pendidikan menjadi sebuah keniscayaan di tengah kompetisi global. Karenanya, siapa pun yang tidak siap, maka harus siap bila tergilas.
“Sekarang ini sekolah swasta justru banyak dilirik warga masyarakat karena dianggap memiliki keunggulan lebih bila dibandingkan yang negeri. Salah satunya misal ada progam tahfidh, ini jadi pembeda dan ini yang tak dimiliki sekolah negeri,” pungkas politisi PKS itu. (J10).
Komentar